Bisnis.com, JAKARTA – Posisi defisit neraca perdagangan sebesar US$1,82 miliar pada Oktober 2018 tidak akan memicu pelebaran CAD (current account deficit) atau defisit transaksi berjalan ke kisaran di atas 3%.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menuturkan proyeksi defisit transaksi berjalan yang ditetapkan di bawah 3% pada tahun ini sudah memperhitungkan neraca perdagangan Oktober 2018 yang telah diumumkan oleh Badan Pusat Statistik, pada Kamis (15/11/2018).
"Defisit neraca perdagangan itu memang benar impornya masih cukup tinggi tetapi perlu diperhatikan di dalam kandungan impor ini ada impor barang modal," ungkap Perry, Kamis (15/11/2018).
Masih derasnya impor barang modal ini sejalan proyek pembangunan infrastruktur yang masih marak.
Kenaikan permintaan domestik a.l. ditopang tingginya pertumbuhan investasi yang berkaitan dengan proyek infrastruktur pemerintah, baik investasi bangunan maupun investasi non-bangunan.
Dengan demikian, Perry menegaskan defisit transaksi berjalan yang ditimbulkan dari impor yang meningkat dirasa produktif. Pasalnya, kenaikan impor lebih terkait dengan barang modal dan bahan baku.
Sementara itu, kontribusi ekspor neto tercatat negatif akibat menurunnya kinerja ekspor sejalan dengan permintaan global yang melemah. Hal tersebut terjadi di tengah impor yang masih tumbuh tinggi akibat kuatnya permintaan domestik.
Ekspor neto yang negatif pada gilirannya menyebabkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2018 hanya 5,17% atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2018 sebesar 5,27%.