SINGAPURA, Bisnis.com — Pemerintah Indonesia dan China membahas kemungkinan pemberian fasilitas tarif bea masuk terhadap sejumlah produk komoditas yang dinilai sensitif dalam hubungan dagang kedua negara.
Produk-produk sensitif tersebut antara lain komoditas minyak sawit, sarang burung walet, karet, dan beberapa produk lain.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan dirinya bertemu dengan Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen dan delegasi China untuk membahas poin-poin kerja sama hubungan dagang.
"Ada beberapa yang mereka tidak bisa memberikan eliminasi tarif bea masuk, tetapi dia mau memberikan kompensasi," kata Mendag seusai pertemuan bilateral kedua wakil pemerintah di Singapura, Selasa (14/11/2018).
China telah menawarkan 25 pos tarif untuk dihapuskan tarif bea masuknya dan 15 pos tarif yang bea masuknya akan direduksi dalam kerangka Regional Economic Partnership Agreement (RCEP). Tidak hanya itu, China memberikan pelonggarn akses terhadap 26 komoditas Indonesia, masih dalam kerangka RCEP.
"Demikian juga dengan produk karet yang termasuk sensitif. Tetapi selain yang sensitif, dia bilang kami akan buka dan masih kesempatan, hanya tidak semua, dan bisa juga dikasih TRQ (tarif rate quota)," kata Mendag.
Dia menambahkan minyak sawit juga menjadi produk yang masih diproteksi oleh China karena pemerintahnya ingin melindungi industri minyak dalam negeri yang mulai mengandalkan bahan baku jagung dan tebu.
Selain itu, ada pula produk sarang burung dati Indonesia yang dikategorikan oleh China sebagai luxury goods. Untuk burung walet, terdapat 17 eksportir yang telah mendapatkan persetujuan dari China untuk melaksanakan ekspor ke China. Namun, permasalahannya adalah prosedur ekspor masih dirasa cukup panjang.
Per akhir 2017, defisit perdagangan Indonesia terhadap China tercatat sebesar US$12,71 miliar atau turun 9,2% dari tahun sebelumnya US$14,1 miliar.
Adapun total perdagangan Indonesia dengan China meningkat 23,59% dari US$47,58 miliar pada 2016 menjadi US$58,81 miliar.