SINGAPURA, Bisnis.com — Perjanjian kemitraan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) menanti pengesahan hukum.
Poin kesepakatan sebenarnya telah diteken pada 31 Agustus 2018. Kala itu, kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita dengan Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan Investasi Australia Simon Birmingham.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan hingga kini pembahasannya sudah rampung, menyisakan pengesahan dari kedua pemerintah.
Dia menuturkan menteri perdagangan Australia yang baru pun telah memberikan dukungan untuk penyelesaian kesepakatan.
"Tugas kami di Kementerian Perdagangan sudah selesai. Tinggal menteri luar negeri kita ketemu dengan menteri luar negeri Australia," katanya kepada awak pers di Singapura, Selasa 13/11/2018.
Adapun Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan pihaknya segera menindaklanjuti kesepakatan tersebut.
"Saya akan bertemu dengan menteri luar Australia di Port Moresby PNG 17 November saat pertemuan APEC," katanya di lokasi yang sama.
Apabila ditilik ke masa lampau, proses perundingan kerja sama bilateral ini terbilang cukup rumit. Kedua negara pada dasarnya telah memulai negosiasi pertama pada 2012.
Akan tetapi, akibat dinamika politik dan hubungan kedua negara yang naik turun, perundingan tersebut sempat terbengkalai sebelum akhirnya kembali dimulai pada 2016.
Kali ini, salah satu isu yang berpotensi mengganjal pengesahan kesepakatan IA-CEPA adalah rencana pemerintah Australia memindahkan kantor kedutaannya di Israel.
Di sektor perdagangan, nilai perdagangan kedua negara pun relatif kecil kendati keduanya merupakan mitra dagang tradisional. Indonesia bahkan tidak masuk dalam daftar 10 besar mitra dagang Australia.
Bagi Indonesia, ekspor ke Australia relatif kecil apabila dibandingkan dengan ekspor ke negara mitra di Asia Tenggara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia ke Australia pada Januari—Juli 2018 hanya berjumlah US$1,20 miliar.
Perolehan ekspor tersebut relatif kecil apabila dibandingkan dengan pengiriman produk-produk Indonesia ke Vietnam pada periode yang sama yang mencapai US$2,30 miliar atau ke Malaysia sejumlah US$4,40 miliar.