Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan menjelaskan masalah mobilisasi kapal ke pelabuhan pangkalan yang terkatung-katung disebabkan oleh sejumlah masalah teknis seputar transisi dari kapal lama ke baru.
Pelaksana Tugas Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kemenhub Wisnu Handoko mengatakan mobilisasi kapal baru tidak bisa cepat dilakukan karena pemerintah harus menyelesaikan dulu pengalihan kapal lama yang dioperasikan Pelni untuk menggantikan kapal perintis kargo yang dioperasikan swasta.
Pengalihan ini dilakukan supaya armada perintis layak untuk mengangkut penumpang maupun barang.
"Dalam proses pengalihan ini, tentunya ada proses serah terima, pengalihan penganggaran. Kami sangat hati-hati supaya tidak terjadi penganggaran dobel. Ini krusial sekali," jelasnya kepada Bisnis, Jumat (9/11/2018).
Kendala lainnya, ada kapal-kapal Pelni yang sedang naik dok untuk diperbaiki sehingga. Kemenhub harus menunggu pengedokan hingga tuntas sebelum kapal baru diterima.
Di samping itu, survei tahunan beberapa kapal baru oleh Badan Klasifikasi Kapal jjatuh tempo.
"Karena survei tahunan dihitung dari launching kapal, sementara launching kapal sudah satu tahun lalu, itu harus survei dulu," kata Wisnu.
Berdasarkan data Kemenhub per Oktober, 46 dari 100 unit kapal yang dipesan Kemenhub sejak 2015 sudah beroperasi, 28 unit sudah selesai dibangun, tetapi masih berada di galangan, sedangkan sisanya masih diselesaikan oleh galangan.
Sebelumnya, galangan kapal mengeluhkan pemerintah yang tidak kunjung mengambil kapal pesanan untuk program tol laut dan kapal perintis. Akibatnya, likuiditas perusahaan terganggu.
Presiden Direktur PT Janata Marina Indah (JMI) Joeswanto Karijodimedjo mengatakan 4 unit kapal senilai Rp326 miliar yang dibangun di galangan perseroan di Semarang hingga kini belum diambil Kemenhub. Padahal, JMI sudah siap menyerahkannya kepada operator di pelabuhan pangkalan yang sudah ditentukan.
Serah terima yang terkatung-katung itu membuat JMI belum menerima sisa pembayaran kontrak sekitar Rp15 miliar yang semestinya dapat dipakai perusahaan untuk membayar sebagian pinjaman modal kerja kepada bank.
"Bahkan, kami yang sebelumnya likuid dan mendapat predikat call 1 dari Bank Indonesia, karena tidak dapat membayar bunga dan angsuran pokok yang jatuh tempo, statusnya turun drastis menjadi call 5," ungkapnya (Bisnis, 8/11/2018).
Di sisi lain, JMI harus memperpanjang premi asuransi yang menjadi tanggungan perusahaan selama kapal masih berada di galangan. Belum lagi biaya penjagaan kapal, seperti pembelian bahan bakar generator untuk menghidupkan lampu kapal selama 24 jam.
JMI juga harus mengalokasikan biaya perawatan selama kapal belum diserahkan. Perusahaan terpaksa menaikkan empat kapal pesanan itu ke dok untuk dirawat agar kondisinya mulus dan kecepatannya melebihi persyaratan saat diserahkan ke pemerintah.