Bisnis.com, JAKARTA-- Kementerian PUPR menyebut distribusi tenaga kerja konstruksi masih didominasi dengan yang tidak terampil.
Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin, memerinci tenaga kerja yang tidak terampil dengan persentase mencapai 70,4% dengan latar belakang pendidikan SD sebanyak 46,9% dan SMP sebanyak 24,5%.
Sedangkan sisanya, tenaga konstruksi terampil sebanyak 23,6% dan tenaga ahli 5%. Dari total jumlah tenaga kerja konstruksi yang terampil dan ahli, hanya 10% tenaga kerja yang bersertifikat.
Sebaran tenaga kerja konstruksi pun masih tidak merata, dengan 65,19% tenaga kerja kontruksi tersebar di Pulau Jawa, 17,13% di Pulau Sumatera dan sisanya tersebar di pulau-pulau lainnya di Indonesia dengan persentase sebaran terkecil berada di Kepulauan Maluku dan Papua, yaitu sebesar 1,23%.
"Padahal kapasitas dan kualitas Badan Usaha serta kompetensi tenaga kerja konstruksi harus terus ditingkatkan karena merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan kontruksi,"ujarnya Kamis (27/9/2018).
Syarief melanjutkan tentunya perkembangan dinamika kelembagaan sertifikasi tenaga kerja konstruksi, dengan telah lahirnya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017, bisa mempercepat reformasi tata cara sertifikasi badan usaha dan tenaga kerja.
Baca Juga
Misalnya saja sistem Sertifikasi Badan Usaha dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Badan Usaha (LS-BU) yang dibentuk oleh asosiasi perusahaan yang terakreditasi.
Sedangkan Sistem Sertifikasi Tenaga Kerja dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LS-P) yang dibentuk oleh asosiasi profesi yang terakreditasi dan lembaga diklat yang memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.