Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menkeu: Penurunan Defisit Transaksi Berjalan Baru Akan Terlihat Kuartal IV

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penurunan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dari posisi US$8 miliar atau setara 3% PDB pada kuartal II/2018, baru akan terlihat pada kuartal terakhir tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan materi dalam acara Indonesia Economic Outlook (IEO) 2019 di Jakarta, Senin (24/9/2018)./JIBI-Abdullah Azzam
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan materi dalam acara Indonesia Economic Outlook (IEO) 2019 di Jakarta, Senin (24/9/2018)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penurunan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dari posisi US$8 miliar atau setara 3% PDB pada kuartal II/2018, baru akan terlihat pada kuartal terakhir tahun ini.

Menurut Menkeu, pasalnya sejumlah langkah strategis pemerintah untuk menekan CAD tahun ini agar tidak semakin melebar, seperti perluasan mandatori B20 ke sektor nonpublic service obligation (nonPSO) belum terlihat dampak yang signifikan dalam waktu dekat ini.

"Sebetulnya kalau dilihat datanya, Juli dan Agustus kemarin kan impor tinggi sekali. Beberapa make sure yang dilakukan kemarin kan, seperti B20 baru mulai efektif sebagian di September ini," ujarnya di sela acara Indonesia Economic Outlook Forum di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (24/9/2018).

Menurutnya belum terlihat maksimalnya dari beberapa langkah seperti B20 tersebut lantaran, selain baru efektif berjalan pada September 2018, juga masih terdapat kendala lapangan saat implementasinya.

"Make sure seperti B20, seperti kata Pertamina kan ada kendala di FAME. Tapi pemerintah memastikan akan mengatasinya dan terus berkoordinasi dengan pihak terkait secara intensif. Dan dari kementerian kami akan siapkan 10 instrumen fiskal. Nah kalau memang perlu ada yang ditambah, ya ditambah," ujarnya.

Melihat hal tersebut, pihaknya pun meyakini penurunan CAD baru akan terlihat hasilnya pada kuartal keempat. "Jadi kemungkinan kuartal ketiga CAD-nya belum akan tren menurun. Kita akan melihat pada kuartal keempat," ujarnya. 

Head of Research for Macro and Financial Market Studies LPEM FEB UI, Febrio Kacaribu meyakini bahwa CAD dalam setahun ini akan sangat mungkin mengalami penurunan dibandingkan kondisi saat ini yang mencapai 3% PDB.

"Di kuartal kedua ini memang kita kaget juga sih bisa 3%. Karena kuartal empat 2017 dan kuartal dua 2018 itu rata-rata hanya 2,3%. Kita memang prediksi ada pelemahan, sekitar 2,5% lah, tapi enggak separah ini yang tembus 3%. Tapi kalau untuk turun lagi dari sekarang 3% itu sangat mungkin," ujarnya

Pihaknya menilai salah satu faktor pendukungnya adalah bakal berkurangnya impor mesin pada kuartal III dan kuartal IV. Pasalnya, pada kuartal I dan kuartal II, impor mesin sudah mengalami lonjakan signifikan hingga 20%.

Menurutnya, lonjakan impor mesin pada kuartal I dan kuartal II itu sengaja dilakukan para importir, lantaran disinyalir mereka telah memproyeksikan bahwa pada kuartal III dan kuartal IV rupiah akan melemah.

"Apalagi dengan melihat karakteristik impor mesin yang memakan waktu lama, bisa tiga hingga enam bulan, maka mereka dorong di Kuartal I dan kuartal II. Strateginya mirip dengan pemerintah dengan hutangnya yang menerapkan frontloading untuk impor. Jadi mari nanti kita lihat di kuartal III dan kuartal IV, impor mesin pasti turun," ujarnya.

Namun demikian, pihaknya berharap penurunan CAD sudah dapat terlihat pada kuartal III tahun ini, tanpa perlu di kuartal IV, sehingga dapat meningkatkan optimisme pasar.

Pasalnya, menurut pengamatannya, pasar menginginkan pada kuartal III tahun ini, kondisi CAD sudah ada penurunan. "Para sangat minta kuartal III ini sudah kelihatan bahwa CAD sudha harus turun, entah jadi 2,9% atau 2,8% yang penting turun dari 3% dan tidak perlu nunggu di kuartal IV," ujarnya

Menurutnya pasar sangat membutuhkan ekspektasi positif dan kalau pada kuartal III belum terlihat hasil dari segala upaya pemerintah tersebut, dikhawatirkan akan menambah premi ketidakpastian dan itu berarti menambah perilaku pasar untuk keluar lagi dari Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper