Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha forwarder dan logistik di Pelabuhan Tanjung Priok mendesak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelayaran asing atau agennya yang masih mengutip uang jaminan kontainer eks impor.
Widijanto, Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta mengungkapkan kasus itu diketahui lantaran banyaknya pengaduan pemilik barang impor maupun forwarder yang menjadi kuasanya yang tetap dikutip uang jaminan kontainer saat menebus dokumen delivery order (DO) di pelayaran akibat serah terima dokumen itu juga masih manual atau belum secara online.
"Padahal aturannya sudah jelas enggak pakai lagi uang jaminan kontainer untuk impor kecuali atas barang yang dianggap membahayakan. Namun praktik di lapangan masih dipungut uang jaminan. Kami rasa ini akibat lemahnya penindakan dan pengawasan," ujar Widijanto kepada Bisnis, Kamis (20/9/2018).
Dia mengemukakan hal itu menyusul masih banyaknya pengaduan perusahaan forwarder kepada ALFI DKI Jakarta, yang dikutip uang jaminan kontainer eks impor sampai dengan saat ini yang besarannya mencapai Rp1 juta-Rp2 juta per kontainer.
Padahal peniadaan uang jaminan kontainer eks-impor sudah menjadi program kebijakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dituangkan melalui paket kebijakan ekonomi ke XV.
Widijanto melihat kasus bangkrutnya Hanjin Shipping beberapa waktu lalu merupakan pengalaman pahit bagi pebisnis/pemilik barang lantaran jutaan dolar uang jaminan kontainer yang sudah dikutip tidak bisa dikembalikan kepada pemilik barang di Indonesia.
Baca Juga
Penghapusan uang jaminan kontainer eks-impor juga sudah diatur lewat Surat Edaran Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub No. UM.003/40/II/DJPL-17 tentang Penerapan Jaminan Petikemas.
SE Dirjen Hubla itu menyebutkan, setiap penerima barang atau consignee wajib membuat pernyataan bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan peti kemas dengan bermaterai cukup yang disampaikan kepada perusahaan pelayaran atau general agent.
Apabila consignee menunjuk kuasanya maka kuasanya juga wajib membuat surat pernyataan bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan kontainer dengan bermaterai yang disampaikan kepada perusahaan pelayaran. Namun, penanggung jawab utama atas kerusakan atau kehilangan kontainer tetap pada pemilik barang seperti nama yang tercantum dalam dokumen bill of landing (B/L).
Pernyataan yang dibuat penerima barang merupakan dokumen yang berlaku sebagai jaminan peti kemas sehingga tidak lagi diperlukan uang jaminan peti kemas. "Sesuai SE itu, pelayaran dimungkinkan mengutip uang jaminan peti kemas jika penerima barang atau kuasanya adalah konsumen baru atau barang yang diangkut bisa merusak kontainer," ujar Widijanto.
Dirjen Hubla Kemenhub Agus H.Purnomo yang dikonfirmasi terkait masalah itu, menyarankan Bisnis untuk menghubungi bagian organisasi dan humas Ditjen Perhubungan Laut.
Gusrional, Kepala Bagian Organisasi dan Humas Ditjen Hubla Kemenhub mengatakan pihaknya menampung semua keluhan pelaku usaha logistik terkait uang jaminan kontainer eks-impor itu dan akan menyampaikannya ke Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub.
Dia juga mengatakan Kantor Syahbandar maupun Otoritas Pelabuhan di pelabuhan yang berkegiatan ekspor impor turut lebih aktif mengawasi masalah kutipan uang jaminan kontainer eks-impor itu.
"Pelaku usaha juga bisa langsung sampaikan kepada Kemenhub kalau ada yang masih dikutip uang jaminan kontainer itu.Nanti kami tindaklanjuti," ujar dia.(k1)