Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rapat BOJ Akan Berakhir Besok, Ini Prediksinya

Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ) seperti tertinggal dari kelompok bank sentral negara maju lainnya dalam menormalisasi kebijakan moneternya.
Bank of Japan/REUTERS
Bank of Japan/REUTERS

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ) seperti tertinggal dari kelompok bank sentral negara maju lainnya dalam menormalisasi kebijakan moneter. Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda pun dinilai masih “takut” berbicara tentang isu pengetatan.

Pada rapat dewan gubernur (RDG) Juli, BOJ hanya mengulang pengumuman bahwa bank sentral akan tetap menjaga stimulus moneter untuk beberapa saat ini. 

Begitu pula pada RDG yang berakhir pada Rabu (19/9/2018), BOJ diperkirakan tidak akan mengubah nada kebijakannya, yaitu menahan suku bunga di level -0,1% dan menjaga pergerakan yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun di sekitar 0%.

Padahal di saat yang sama, dua ‘sahabat’ terdekat BOJ yaitu Bank Sentral AS (Federal Reserve) dan Bank Sentral Eropa (ECB) telah bergerak untuk menormalisasi kebijakan moneternya 

Sepanjang tahun berjalan, The Fed terus melanjutkan program pengetatan kebijakan moneternya dengan mengerek suku bunga sebanyak dua kali ke rentang 1,75%—2%.

The Fed pun diperkirakan pasar bakal kembali mengangkat suku bunga melalui Rapat Komite Pasar Terbuka (FOMC) pada 25—26 September 2018.

Sedikit di belakang The Fed, Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga mulai melangkah menuju pengetatan pada tahun ini. 

ECB telah berjanji untuk menghentikan pembelian obligasi pada akhir tahun 2018 dan berikutnya bakal menaikkan suku bunga secepatnya setelah musim panas tahun depan.

Adapun sejatinya BOJ memang menghadapi pilihan yang sulit untuk mengetatkan kebijakan moneternya ketimbang dua bank sentral utama lainnya.

Pasalnya, perekonomian Jepang masih sangat bergantung dengan stimulus moneter, berupa pembelian surat utang dari pemerintah dan suku bunga rendah.

Oleh karena itu, Kuroda khawatir bahwa pembicaraan mengenai pengetatan dapat mengguncang pasar dan menghambat upayanya untuk melawan deflasi berkepanjangan di Negeri Sakura. 

Dengan kata lain, salah langkah sedikit saja maka BOJ terancam dapat menumbangkan perekonomian. Adapun sejauh ini, Kuroda masih belum mengungkapkan rencana jangka panjangnya untuk BOJ. 

Terbaru, untuk menenangkan pasar yang mulai berspekulasi bahwa BOJ akan segera mengetatkan kebijakan moenternya, BOJ menegaskan bahwa suku bunga rendah akan terus dijaga untuk beberapa waktu ke depan. 

Selain itu, bank sentral juga akan mengizinkan pergerakan yield obligasi bertenor 10 tahun menguat setidaknya hingga 0,2%, atau naik dari sebelumnya 0,1%.

“Ada spekulasi di pasar bahwa BOJ akan keluar lebih awal dari program stimulus, atau menaikkan suku bunga. Dengan panduan ini, kami berharap spekulasi itu berubah,” tutur Kuroda saat itu, seperti dikutip, Selasa (18/9/2018).


Namun, keputusan BOJ terkait pergerakan yield tersebut pun membuat pasar semakin memperkirakan bahwa bank sentral mulai mempertimbangkan pengetatan kebijakan moneter (tapering policy). 

Untuk itu, Bloomberg pun mengadakan survei untuk sejumlah ekonom dan strategis pasar mengenai perkiraan akhir dari lika-liku kebijakan BOJ di era modern sekarang ini.

“Hampir sebagian analis mengatakan ada kemungkinan risiko moderat dan tinggi jika BOJ mengetatkan kebijakan, salah satunya adalah pemerintah akan kesulitan mengelola utangnya dan terancam bangkrut,” tulis Bloomberg

Selanjutnya, jika Kuroda berhasil mencapai tingkat inflasi di level 2% dan menaikkan suku bunga, BOJ dapat kehilangan puluhan bahkan raturan miliar dolar AS akibat kenaikan suku bunga tersebut. Selain itu, kepemilikan asetnya yang mencapai US$5 triliun juga bisa jatuh.

Di sisi lain, analis mengingatkan bahwa laba bank komersial dapat semakin tertekan jika BOJ tidak juga menaikkan suku bunganya.

“Suku bunga rendah selama bertahun-tahun ini telah memangkas margin pinjaman bank dan mengurangi keuntungan berisiko dari investasi lewat obligasi pemerintah Jepang (Japanese Government Bonds/JGB),” tulis Bloomberg.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper