Bisnis.com, JAKARTA—Masa depan kawasan Asia Tenggara dipandang positif untuk jangka panjang karena fundamental perekonomian negara-negara Asean diperkirakan tetap kuat kendati terjadi gejolak di pasar negara berkembang (emerging market).
Hal itu disampaikan oleh Global Managing Partner McKinsey&Company Kevin Sneader di dalam panel penutupan World Economic Forum (WEF) on ASEAN 2018 di Hanoi, Vietnam, Kamis (13/9).
“Optimisme ekonomi tetap bertahan [untuk kawasan Asean] kendati terjadi konflik perdagangan dan tantangan lain seperti penguatan dolar AS. Tapi, fundamental kawasan Asean masih solid,” katanya melalui liveblog WEF.
Dia mengungkapkan bahwa masa depan kawasan Asean masih positif kendati dalam jangka pendek akan terjadi beberapa turbulensi. Menurutnya, saat ini kawasan Asean telah lebih siap untuk menghadapi segala macam risiko. Pasalnya, situasi Asean saat ini telah jauh berbeda dibandingkan dengan periode 1990-an ketika kawasan Asean rentan terkena risiko eksternal.
“650 juta jiwa dan pasar yang berkembang cepat lewat konsumsi merupakan salah satu penopang [ekonomi Asean],” ujarnya.
Adapun, mengenai risiko eksternal yang dapat dibawa oleh negara emerging market lainnya, Sneader menilai kawasan Asean yang memiliki fundamental yang kuat tidak akan terlalu rentan terpukul akibat risiko tersebut.
“Kita telah melihat Indonesia berusaha mengurangi defisit neraca berjalannya. Hal itu penting sekali, mengingat Indonesia adalah salah satu pasar konsumen terbesar di dunia,” katanya.
Mengenai pola konsumsi di kawasan Asean, Forum WEF juga menggarisbawahi peran perkembangan teknologi, atau yang dikenal dengan Revolusi Industri 4.0.
Nazir Razak, Chairman CIMB Group Holdings Bhd. menambahkan, Revolusi Industri 4.0 yang membawa perkembangan teknologi digital dalam laju cepat dan dramatis turut mengubah dunia bisnis di dunia, termasuk Asean.
“Usaha rintisan Asean telah melahirkan pendatang baru seperti Grab, Tokopedia, dan Go-Jek, serta perusahaan-perusahaan kecil lainnya yang potensial,” kata Nazir.