Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah memberikan batasan transaksi impor barang kiriman dalam sehari sebesar US$75 melalui implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.04/2018.
Dengan ketentuan baru tersebut, setiap orang atau pihak yang mengimpor barang lebih dari US$75 bakal dikenakan bea masuk.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan penerapan kebijakan ini dimaksudkan untuk mengendalikan barang impor yang masuk melalui barang kiriman.
Apalagi, otoritas kepabeanan juga telah menemukan modus memecah nilai barang di bawah aturan sebelumnya, yakni US$100. Bahkan, pihaknya juga pernah mengidentifikasi seseorang bertransaksi lewat barang kiriman sampai sebanyak 400 kali.
"Misalnya, yang pertama barangnya US$50, otomatis bebas bea masuk. Kemudian, US$25, begitu terus sampai 400 kali untuk menghindari bea masuk," ujarnya di Jakarta, Jumat (14/9/2018).
Adapun kebijakan penurunan ambang batas pembebasan bea masuk barang kiriman dari US$100 menjadi US$75 merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam mengendalikan impor melalui e-commerce.
Kepala Sub Direktorat Impor DJBC Kemenkeu Djanurindro Wibowo mengungkapkan penurunan threshold impor barang kiriman dipicu oleh ditemukannya modus pemecahan dokumen dan membludaknya barang e-commerce.
"Biasanya, pemecahan dokumen untuk menghindari pajak. Kebijakan ini juga sejalan dengan rekomendasi World Custom Organization (WCO)," tuturnya kepada Bisnis.
Aturan lama diakui masih menyediakan celah bagi para importir untuk memecah dokumen barang kiriman supaya mendapatkan pembebasan bea masuk. Bahkan, dalam setahun otoritas kepabeanan telah mengidentifikasi 10.000 potensi potensi pelanggaran tersebut.
Akibat kelonggaran regulasi tersebut, otoritas kepabeanan tak bisa menindak para pelaku pemecahan dokumen. Sehingga, potensi penerimaan baik dalam bentuk pajak maupun bea masuk tidak bisa dimanfaatkan secara optimal.
"Bea Cukai tak bisa tindak, tapi kami sharing data ke Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu untuk cek kewajiban PPN dan PPh dalam negeri," ungkap Djanurindro.
Dengan implementasi beleid yang baru, proses pengawasan impor barang kiriman diyakini akan semakin optimal. Apalagi, mekanisme pengawasannya dilakukan dengan smart system yang memungkinkan otoritas kepabeanan mengawasi masuknya barang kiriman secara ketat.