Bisnis.com, JAKARTA — Jumlah wisatawan nusantara yang pergi ke luar negeri (outbound) dengan tujuan Jepang pada tahun ini tetap meningkat hingga 30%, kendati nilai tukar rupiah tengah bergejolak.
General Manager Operation Officer HIS Travel Indonesia Arief Kurnia mengatakan jumlah wisatawan nasional Indonesia yang melancong ke Jepang tahun ini diperkirakan mencapai 400.000 orang, naik dari realisasi tahun lalu sejumlah 330.000 orang.
"Setiap tahunnya tren masyarakat Indonesia ke Jepang terus meningkat. Pada 2015, jumlahnya 205.000 orang, lalu pada 2016 mencapai 270.000, dan tahun lalu mencapai 330.000 orang," ujarnya kepada Bisnis.com, akhir pekan lalu.
Meski nilai tukar rupiah mengalami fluktuasi, HIS Travel Indonesia tetap optimistis peminat wisatawan nasional untuk outbond ke Jepang tak berkurang.
"Target menurut Japan National Tourism Organization dan pimpinan kami [HIS Travel] di Jepang masih optimistis tercapai 400.000 kunjungan wisatawan dari Indonesia pada tahun ini," katanya.
Arief mengakui memang terdapat penurunan transaksi perjalanan pada Agustus tahun ini, karena bulan tersebut bukanlah periode puncak keberangkatan turis Indonesia ke Negeri Sakura.
Menurutnya, wisatawan Tanah Air yang berangkat ke Jepang kebanyakan memilih periode Maret—April saat musim sakura dan Oktober—November ketika musim gugur dan mengejar wisata musim salju di wilayah Hokkaido.
Optimisme akan banyaknya wisatawan RI yang melancong ke Jepang di tengah fluktuasi rupiah juga terlihat dari penyelenggaraan event HIS Travel yang dapat membukukan Rp20 miliar transaksi perjalanan, naik dari perolehan dari tahun lalu senilai Rp18 miliar.
"Kami targetkan bisa menjual 4.000 tiket di HIS travel fair tahun ini. Rerata wisatawan Indonesia menghabiskan Rp20 juta di luar tiket pesawat maupun paket perjalanan," tutur Arief.
Saat dihubungi terpisah, VP Commercial Dwidayatour Hendriyapto menilai, gejolak nilai tukar rupiah tak berdampak pada minat minat wisatawan Indonesia untuk melakukan outbound.
Meskipun demikian, ada kecenderungan wisatawan nasional akan menunda berpergian ke luar negeri dan akan beralih melancong ke tujuan destinasi wisata domestik di saat mata uang Garuda sedang tidak stabil.
"Apabila nilai tukar rupiah masih melemah dari dolar AS, nantinya juga akan ada peningkatkan turis mancanegara ke Indonesia karena rupiah yang murah," kata Hendriyapto.
Vice President Brand and Communication Panorama Group AB Sadewa menuturkan, gejolak rupiah berpengaruh pada wisatawan yang pergi ke luar negeri untuk berlibur. Namun, dampaknya tak begitu besar karena diimbangi dengan banyaknya perusahaan yang melakukan perjalanan ke luar negeri untuk kepentingan bisnis maupun perjalanan insentif.
Perjalanan insentif ini merupakan suatu perjalanan wisata yang ditawarkan oleh perusahaan bagi para karyawannya dalam rangka sebagai imbalan atas usaha yang telah mereka lakukan dalam mencapai target perusahaan.
"Saya kira untuk turis masuk tidak terlalu banyak karena gempa Lombok yang belum pulih," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Asnawi Bahar berpendapat fluktuasi nilai tukar rupiah ini akan berdampak positif pada peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
"Fluktuasi ini, negara yang diuntungkan karena inbound membuat wisatawan naik. Mestinya pemerintah dan pelaku usaha memanfaatkan moment ini untuk gencar menawarkan dan berjualan paket wisata Indonesia," tuturnya.
Dia memproyeksikan kunjungan wisman ke Indonesia akibat fluktuasi nilai tukar rupiah ini akan meningkat sebesar 5% dari rerata kunjungan tiap bulannya yang sekitar 1,25 juta kunjungan.