Bisnis.com, TANGERANG SELATAN – Pelemahan rupiah atas dolar Amerika Serikat yang mendekati Rp15.000, dinilai tidak banyak mengganggu daya beli masyarakat.
Associate Director Investment Service Colliers International Indonesia, Aldi Garibaldi mengatakan kondisi krisis di Indonesia akibat pelemahan rupiah atas dolar Amerika Serikat tidak mengganggu daya beli.
Dia juga menilai Indonesia masih jauh lebih baik ketimbang beberapa negara lain, sebut saja misalnya; Argentina dan Turki. Dia menilai total hutang Indonesia masih jauh lebih kecil dibandingkan negara lain. Aldi menyebut, 2016 memang tahun dimana pembelian properti sedang menurun, dan 2017 mulai pulih.
“Orang masih banyak yang mau beli hunian, berani investasi dan spekulasi, apalagi di pasar juga dibanjiri dengan suplai dari hasil sitaan bank. Makanya suplai kita tinggi,” ujar Aldi kepada Bisnis, Kamis (6/9/2018).
Dia mengakui untuk segmen pasar properti menengah ke bawah dengan kisaran harga Rp500 juta sampai Rp900 juta tetap akan positif. Senada dengan Aldi, Ketua Umum Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII) Lea Aziz mengatakan cara mudah untuk mengecek dampak pelemahan rupiah dan efek dari kenaikan Pajak Penghasil (PPh) Pasal 22 bisa terlihat dari pusat perbelanjaan.
Lea menilai, selama ritel, pusat perbelanjaan masih dalam kondisi ramai pengunjung dalam waktu dua sampai tiga minggu ke depan, hal ini menjadi penanda bahwa daya beli masyarakat tidak terpengaruh.
Baca Juga
Selain itu, kondisi pasar juga tidak banyak terpengaruh jika dengan kenaikan PPh yang berimbas dengan kenaikan harga ke konsumen tidak menghilangkan minat konsumen untuk berbelanja.
“Coba, Sabtu-Minggu ke IKEA, disana semua isinya barang impor. Kalau pengunjung disana dalam waktu dua sampai tiga minggu masih ramai, hal ini menandakan pembeli sama sekali tidak terpengaruh dengan pelemahan rupiah, dan mau seberapa tinggi harga, konsumen tetap mau membeli,” ungkap Lea.
Dia menambahkan, karakteristik pembeli seperti ini adalah ciri khas masyarakat Indonesia. Lea menyebut, Indonesia adalah negara yang paling banyak dibidik asing karena karakter masyarakat yang sangat konsumtif.
“Kita spender, banyak yang suka membeli, menghabiskan, jadi karakter seperti itu yang membuat negara lain berbondong-bondong suka masuk ke Indonesia,” tutur Lea.