Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan Kenaikan NTP Diyakini Tidak Berimbas Banyak Bagi Petani

Kenaikan nilai tukar petani diyakini tidak akan berimbas banyak terhadap kesejahteraan petani selama Inpres No.5/2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras Oleh Pemerintah tidak berubah.
Petani memanen padi di persawahan Alas Malang, Banyuwangi, Jawa Timur./Antara-Budi Candra Setya
Petani memanen padi di persawahan Alas Malang, Banyuwangi, Jawa Timur./Antara-Budi Candra Setya

Bisnis.com, JAKARTA—Kenaikan nilai tukar petani diyakini tidak akan berimbas banyak terhadap kesejahteraan petani selama Inpres No.5/2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras Oleh Pemerintah tidak berubah.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir berpendapat nilai tukar petani (NTP) pada Agustus seharusnya tidak naik karena pedagang masih berpatokan pada Inpres tersebut. Berdasarkan Inpres, pemerintah mematok harga Rp3.700 per kg sedangkan biaya produksi sudah menyentuh Rp4.200 per kg.

“Petani menahan gabah menunggu harga bagus. Tapi, oleh pemerintah harga gabah dikatakan naik padahal kami hanya menyesuaikan dengan biaya produksi saja,” katanya kepada Bisnis (4/9/2018).

Winarno mengakui bahwa NTP secara umum memang membaik terutama bagi petani perkebunan seperti kopi dan kelapa. Petani tanaman hortikultura pun ada peningkatan tapi tidak banyak, begitu juga dengan para peternak yang NTP-nya membaik pada Agustus.

Tapi terdapat kekhawatiran padanya NTP tersebut akan menurun bagi subsektor tanaman pangan akibat importasi beras dalam jumlah yang massif belum lama ini. “Impor akan mengganggu NTP tanaman pangan, jelas akan mengganggu petaninya.  Waktu impor pertama 500.000 ton saja kita protes karena dekat dengan masa panen, tapi diam-diam dilengkapi lagi. Tahun ini adalah impor terbesar,” tegasnya.

Dia menyetujui bila impor tersebut ditujukan bagi pemenuhan cadangan beras pemerintah. Namun, Winarno menyangsikan beras tersebut dapat terjaga volumenya dan tidak bocor ke pasaran. Hal ini, katanya, yang dapat mengganggu pendapatan petani.

Apalagi, katanya, kualitas panen gadu tahun ini sedang bagus dan kemarau tidak terlalu berpengaruh banyak terhadap kuantitas produksi.

“Kadar air pda gabah berkurang, hama penyakit berkurang, dan kami bisa menggunakan alat besar jadi kehilangan panen juga kecil. Kekeringan pun tiba menjelang panen bukan disaat tanam atau pertengahan,” katanya.

Winarno menyampaikan ada laporan kekeringan yang masuk ke KTNA tapi jumlahnya tidak besar. Dia memperkirakan jumlah lahan pertanian yang puso akibat kekeringan dibawah 100.000 hektar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper