Bisnis.com, BELITUNG — Kementerian Pertanian membentuk tim khusus untuk mengatasi musim kemarau yang diprediksi mengalami puncaknya pada Agustus dan September 2018 untuk menjaga produksi padi nasional.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian Pending Dadih Permana mengungkapkan tim khusus ini berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk melakukan pemetaan dan mitigasi terhadap daerah sentra produksi pertanian.
“Kami turunkan tim khusus untuk berkoordinasi dengan pihak terkait, antara lain TNI, Kementerian PUPR [Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat], serta pemerintah daerah setempat dalam memetakan permasalahan, negosiasi penggelontoran air dari Bendungan, serta terlibat langsung melaksanakan pengawalan gilir giring sesuai jadwal yang telah disepakati,” katanya melalui keterangan resmi, Kamis (23/8).
Pending menetapkan bahwa pemberian air irigasi difokuskan dan diprioritaskan terhadap wilayah-wilayah yang berpotensi akan mengalami gagal panen.
Penerapan jadwal gilir giring atau membagi jadwal pengairan yang sudah disusun di tingkat daerah akan diawasi secara ketat. Hal ini dilakukan agar lahan pertanian yang rawan kekeringan mendapatkan pasokan air yang cukup.
Khusus untuk bantuan pompa air, pada 2018 sudah tersebar bantuan pompa air ukuran kecil sebanyak 3.897 unit, pompa air ukuran sedang sebanyak 4.769 unit, serta pompa ukuran besar sebanyak 1.381 unit.
“Kami meminta daerah untuk dapat menggerakkan bantuan pompa air ke wilayah-wilayah yang masih memungkinkan untuk mengoptimalkan sumber daya air yang ada,” katanya.
Selain terjunkan tim khusus langsung ke lapangan, Kementan juga sudah membentuk posko penanganan kekeringan. Berdasarkan data Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, areal persawahan yang terkena kekeringan hingga pertengahan Agustus 2018 seluas 127.101 ha, dan Puso 25.405 ha.
Kekeringan terbesar terjadi pada bulan Mei hingga Juli 2018, yang terkena seluas 87.827 Ha dan sampai terjadi puso seluas 22.153 Ha. Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi provinsi yang paling terdampak kekeringan.
Namun, persentase puso di Pulau Jawa hanya mencapai 1,42% dan di luar Jawa 0,19%, sehingga secara nasional lahan sawah terkena puso hanya 0,69%. Dampak puso masih sangat kecil dibanding dengan luas tanam yang ada, sehingga diyakini tidak akan mengganggu produksi nasional.