Bisnis.com, JAKARTA – Pakar kehutanan menyatakan pembangunan proyek pembangkit berbasis energi terbarukan yang dicanangkan pemerintah harus terlebih dahulu memerhatikan kelestarian ekologi dan habitat satwa liar agar tidak memicu kerusakan lingkungan.
Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Yanto Santosa mengatakan jika pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan dirasa sangat mendesak, para akademisi, pakar dan penggiat lingkungan hidup harus mencari solusi bersama.
Ini dilakukan agar dampak operasional proyek pembangkit minim terhadap ekologi termasuk keberadaan orangutan.
“Jika dilihat urgensinya [proyek energi terbarukan] memang sangat penting, jangan dipertentangkan, harus tetap berjalan dengan solusi dampak minimal bagi orangutan,” katanya, dalam keterangan pers yang diterima, Senin (20/8/2018).
Yanto juga menyatakan, semua akademisi dan pakar terkait serta para pegiat lingkungan perlu duduk bersama untuk membahas secara komprehensif dan konstruktif dampak pembangunan PLTA Batang Toru di Sumatra Utara.
“Semua perlu duduk bersama biar segala masalahnya jelas dan tidak ada yang ditutup-tutupi,” katanya.
Sejauh ini, berbagai proyek pembangunan pembangkit berbasis energi terbarukan untuk kemandirian energi nasional ditengarai terganggu oleh kampanye hitam terkait dengan aspek lingkungan.
Pakar konservasi sumber daya hutan dan ekowisata IPB Ricky Avenzora mengungkapkan ada upaya-upaya yang diduga menggunakan segala cara untuk menghalangi pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.
Tindakan itu, lanjutnya, termasuk meniupkan argumentasi keliru dan dramatisasi mengenai masalah kerusakan lingkungan dan deforestasi.
Dia menduga bahwa aksi ini turut melibatkan ilmuwan asing untuk menyerang sejumlah proyek infrastruktur yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Padahal, kata Ricky, kajian ilmuwan asing yang digunakan banyak yang tidak sesuai kenyataan di lapangan. “Berbagai dinamika yang ada menunjukkan bahwa relatif sangat banyak NGO yang bertindak dengan pola-pola seperti kriminal,” kata Ricky.
Dia mencontohkan, salah satu kampanye hitam yang sempat dihembuskan adalah hasil riset kelompok ilmuwan yang mendiskreditkan PLTA Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.
Mereka menyatakan bahwa proyek PLTA Batang Toru akan memicu deforestasi dengan pembangunan dam raksasa untuk menampung air, jalan akses, dan jaringan transmisi listrik.
Padahal, dalam rapat di DPRD Sumut, Medan, pada 31 Juli 2018, pengembang PLTA Batang Toru, PT North Sumatera Hydro Energy, menyatakan bahwa pembangkit ini disiapkan dengan teknologi tinggi sehingga tak butuh bendungan raksasa.