Bisnis.com, JAKARTA – Penurunan muka tanah di Jakarta diprediksi bisa menyebabkan kawasan Jakarta Utara tenggelam pada 2050.
Dikutip dari BBC, pada Minggu (19/8/2018), berdasarkan riset tim peneliti geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) menemukan bahwa di Jakarta Utara, terjadi penurunan muka tanah 25cm setiap tahun. Ada pun penyebab penurunan muka tanah ini karena pengambilan air yang berlebihan.
Selain di Jakarta Utara, daerah lain di DKI Jakarta juga mengalami penurunan muka tanah. Di Jakarta Barat turun sampai 15 cm per tahun. Jakarta Timur turun 10 cm per tahun. Sedangkan di Jakarta Pusat hanya 2 cm penurunan per tahun dan Jakarta Selatan hanya 1 cm per tahun.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menegaskan kepada stakeholder terkait perencanaan kota dan pembangunan hunian untuk memperhatikan sumber daya air. Bambang menyebut, Jakarta-Surabaya adalah kota kedua terbesar di Indonesia. Menurutnya, dengan konsentrasi penduduk yang besar pemerintah harus punya konsep pengukuran kapasitas metropolitan area, bukan lagi tingkat pemerintah daerah.
“Sebuah kota harus bisa mengakomodir kepadatan, lahannya harus padat. Lahan harus dimanfaatkan seproduktif mungkin,” kata Bambang.
Dia menegaskan, tantangan krisis air bersih di Jakarta disebabkan oleh penurunan muka tanah di Jakarta serta banjir yang semakin meluap. Menurut Bambang, penurunan muka tanah tentu akibat maraknya pembangunan gedung di Jakarta.
Baca Juga
Dia menerangkan, saat ini Jakarta membutuhkan 28 meter kubik air, namun yang ada hanya 18 meter kubik. Guna menangani kebutuhan air pemerintah mendistribusikan sumber air bersih dari Waduk di Jatiluhur dan Waduk di Tangerang ke Jakarta.
“Akibatnya, sumur bor yang dilakukan, pengambilan air tanah, itu mempercepat penurunan tanah juga,” tegas Bambang.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lucida menyatakan asosiasi telah memasukkan konsep-konsep penting pembangunan sehat dan hemat air dalam komponen sertifikasi profesi pengembang dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang bekerjasama dengan asosiasi. Hal ini dipandang sebagai komitmen asosiasi pengembang menjaga keseimbangan lingkungan hidup.
“Tentu saja, dengan LSP REI sudah lengkap kriteria green building untuk MBR sampai dengan high rise building,” terang Totok.