Bisnis.com, JAKARTA - Lemahnya pengawasan barang masuk di luar pelabuhan atau post border menjadi salah satu pemicu membanjirnya barang impor.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengungkapkan bahwa meski tujuan awalnya untuk mempercepat alur logistik, dari beberapa kali aktivitas pengawasan masih terdapat pengguna jasa yang menggunakan fasilitas ini tidak sesuai dengan ketentuan.
"Oleh karena itu, kami dengan kementerian terkait ingin mengoptimalkan pengawasan di luar pelabuhan atau post border," kata Heru kepada Bisnis, Selasa (14/8/2018).
Heru mengaku saat ini pihaknya telah menindak beberapa jenis komoditas impor yang berpotensi tak sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Umumnya barang yang ditindak berasal dari sektor komoditas yang ditangani BPOM dan terkait Standar Nasional Indonesia atau SNI.
Skema post border merupakan sebuah terobosan untuk menyederhanakan lartas dengan menggeser pengawasan dari border misalnya pelabuhan atau bandara ke post border. Dengan implementasi kebijakan tersebut tugas pengawasan termasuk kewenangan audit tak lagi menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, tetapi langsung dilakukan oleh kementerian dan lembaga yang terkait dengan suatu komoditas.
Namun demikian, kebijakan ini tak serta merta berdampak positif terhadap alur logistik barang. Ketidakcakapan petugas di lapangan serta infrastruktur yang belum memadai membuat proses pengawasan via post border menjadi kurang optimal.
Adapun skema post border mulai diimplementasikan pada 1 Februari 2018. Skema ini dimaksudkan untuk memangkas waktu dwelling time sekaligus memperlancar arus barang. Dengan pelaksanaan kebijakan tersebut biaya logistik bisa semakin ditekan serta implikasi ke depannya akan mengerek peringkat kemudahan berusaha Indonesia.
Indonesia masuk kategori negara yang memiliki lartas yang cukup banyak. Dari sekitar 10.826 klasifikasi barang di dunia, 5229 atau 48,3% berada di Indonesia. Pemerintah menargetkan dengan skema itu, nantinya bisa semakin ditekan ke angka 20,8% atau sekitar 2.000-an. Meski skemanya memudahkan arus barang, menggunakan post border tak berarti meniadakan izin, importir tetap harus menyiapkan dokumen, hanya saja mekanisme nantinya sudah menggunakan sistem yang mutakhir.