Bisnis.com, JAKARTA – Eksportir di bidang tekstil dan produk tekstil (TPT) mengeluhkan kondisi kemacetan di Tanjung Priok yang makin hari makin parah sehingga menghambat upaya peningkatan ekspor.
Kemacetan di Tanjung Priok yang menjalar ke akses kawasan industri dinilai melemahkan daya saing produk ekspor Indonesia karena waktu pengiriman yang bertambah panjang.
Ernovian G Ismy, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), menerangkan kemacetan di Tanjung Priok telah menjalar ke akses kawasan industri sehingga makin parah. Hampir seluruh pengusaha di seluruh sektor manufaktur, ujarnya, terutama eksportir TPT, merasakan masalah besar ini.
“Ini bahaya sekali jika makin lama makin macet. Indonesia akan kehilangan daya saing ekspor,” ucapnya, dalam keterangan pers yang diterima, Senin (30/7/2018).
Jika kemacetan ini tidak mampu dibenahi, lanjutnya, hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian bagi eksportir karena terjadinya keterlambatan pengiriman. “Jika produk ekspor lambat terkirim, buyers asing akan protes dan umumnya minta diskon hingga 50% atau bahkan ada yang ditolak produknya,” ucapnya.
Menurutnya, masalah krusial ini lambat laun akan menjadi bom waktu yang meledak seketika dan dampak lanjutannya merugikan baik para eksportir maupun mengancam kinerja ekspor nasional. Untuk mengatasi hal itu, peran koordinasi dari pemerintah masih sangat lemah.
“Sudah selayaknya masalah kemacetan ini mendapat perhatian khusus dari presiden. Seperti waktu mengatasi dwelling time, presiden mesti turun tangan dan melihat langsung arus pergerakan barang dari kawasan industri ke Tanjung Priok,” ucapnya.
Menurutnya, kemacetan yang parah otomatis menimbulkan penumpukan sehingga menghambat distribusi dan logistik. Padahal, logistik berperan hingga 24% dari total cost, yang terdiri atas biaya pelabuhan 8%—9%, gudang 2%—3%, dan transportasi darat 4%—5%.
Dengan adanya masalah ini, lanjut Ernovian, target ekspor TPT sebesar 5%—6% dari capaian tahun lalu US$12,4 miliar akan terganggu. Padahal, pertumbuhan ekspor dibutuhkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional.
“Seluruh negara berupaya untuk meningkatkan ekspor di tengah perlambatan ekonomi dunia yang belum pulih makanya banyak terjadi perang dagang. Nah, bagaimana kita mau bersaing jika jalanan menuju dan dari pelabuhan macet? Bisa-bisa barang ekspor kita terlambat sampai tujuan,” ucapnya.
Zaldy Ilham Masita, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), mengakui masalah kemacetan di Tanjung Priok serta pergerakan barang dari dan ke kawasan industri memang menjadi masalah besar yang belum teratasi.
“Ini masalah besar akibat dari banyak proses yang tidak efisien di pelabuhan karena masih manual. Apalagi, jika rencana pembatasan truk di tol Cawang dan pelabuhan dalam rangka Asian Games dijalankan, kemacetan akan bertambah parah,” jelasnya.
Khusus di sekitar pelabuhan, menurutnya, penambahan kapasitas pelabuhan di New Priok tidak dibarengi dengan penambahan kapasitas yang sesuai untuk angkutan seperti parkir truk dan jalur kereta api. Di sisi lain, tarif tol pelabuhan juga dinilai mahal sehingga supir truk menghindarinya.
“Dampaknya pasti merugikan ekspor dan impor Indonesia. Otoritas pelabuhan harus segera memperbaiki hal ini. Kalau bisa, tol pelabuhan digratiskan saja dulu untuk truk sampai kemacetan bisa terurai,” ujarnya.
Ernovian menambahkan masalah kemacetan ini harus dicarikan solusi yang mencakup koordinasi antara pemerintah, instansi terkait, operator dan otorita pelabuhan. Semua elemen logistik seperti moda transportasi, preclearance, dan postclearance mesti tersistem dan terkoneksi dengan baik.
Dalam industri manufaktur, sisi produksi dan distribusi sangat menentukan daya saing. Distribusi mencakup logistik, ketepatan waktu pengiriman, dan lainnya.
Rico Rustombi, Wakil Ketua Kadin Bidang Bidang Logistik dan Supply Chain, juga menilai masalah kemacetan dan pergerakan arus barang dari dan ke pelabuhan menuju kawasan industri merupakan masalah klasik yang makin hari makin krusial.
“Kadin Indonesia terus menggarisbawahi masalah ini dan mencarikan solusi bersama dengan seluruh stakeholders terkait, terutama pemerintah,” ujarnya.
Menurutnya, semua masalah yang terkait dengan kelancaran arus barang terutama untuk kepentingan ekspor harus menjadi prioritas utama. “Hal ini penting untuk menjamin pertumbuhan ekspor yang berdampak pada perekonomian nasional,” ujarnya.