Bisnis.com, JAKARTA — Produktivitas tenaga kerja Indonesia memiliki peluang untuk naik peringkat menjadi urutan kedua terbaik di Asean dari posisi saat ini yaitu keempat, asalkan ada langkah konkret untuk meningkatkan kompetensi pekerja.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai, produkvitas pekerja Indonesia saat ini terbilang rendah bila dibandingkan dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura.
"Bila dilihat sektor otomotif, di Thailand dibandingkan dengan di Indonesia dengan jam kerja yang sama, produktivitas Indonesia masih kalah dengan Thailand. Kualitas pekerjaannya pun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan mereka," ujarnya, Rabu (25/7).
Berdasarkan data Asian Productivity Organization (APO), produktivitas pekerja Indonesia pada 2015 mencapai US$24.340, kalah dari Thailand (US$26.480), Malaysia (US$55.700), dan Singapura (US$127.810).
Bila merujuk data yang sama pada 2012, produktivitas pekerja Indonesia mencapai US$21.700, jauh di bawah Thailand yang US$24.190, Malaysia US$52.460, dan Singapura US$123.790.
"Kalau berdasarkan The Conference Board, produktivitas Indonesia pada tahun lalu mencapai US$24.600," kata Said. Menurutnya, untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia perlu dilakukan peningkatan kompetensi dan pelatihan.
Dia berpendapat, balai latihan kerja (BLK) di Tanah Air dibandingkan dengan balai yang berada di Malaysia dan Singapura masih tertinggal jauh dari segi peralatan teknologi hingga pelatihan yang diberikan.
"Kami usul agar program wajib belajar bisa menjadi 12 tahun. Ini salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja," ucapnya. Selain itu, sambungnya, minimnya upah rerata pekerja di Indonesa juga menjadi penyebab rendahnya produktivitas tenaga kerja.
Berdasarkan data International Labour Organization (ILO), upah rerata buruh Laos mencapai US$119 per bulan, Kamboja US$121 per bulan, Indonesia US$174 per bulan, Vietnam US$181 per bulan, Filipina US$256 per bulan, dan Thailand US$357per bulan.
"Coba lihat China dengan upah saat ini yang 3,5 kalinya dari Indonesia, industri di sana lebih maju karena produktivitas tenaga kerjanya tinggi. Upah rerata di Indonesia pun juga kalah dari Thailand," tutur Said.
Direktur Bina Produktivitas Kementerian Tenaga Kerja Muhammad Zuhri optimistis Indonesia dapat menempati posisi kedua sebagai negara dengan produkvitas tenaga kerja terbaik di Asean, menggeser posisi Malaysia.
Dengan peningkatan produktivitas ini diharapkan berdampak pada perbaikan daya saing tenaga kerja Indonesia yang saat ini dalam World Economic Forum (WEF) menempati posisi 36 dari 137 negara.
Menurutnya, beberapa hal yang menghambat Indonesia dalam meningkatkan daya saing a.l. korupsi, permasalahan birokrasi dan infrastruktur.
"Hubungan industri yang baik dinilai menjadi faktor pendorong bagi produktivitas. Lalu ada perselisihan antara pekerja dan perusahaan terkait permintaan upah dan tenaga kerja," tuturnya.
Dia menambahkan, peningkatan produktivitas tenaga kerja Indonesia juga dilakukan dengan peningkatan kompetensi pekerja. Saat ini terdapat 302 BLK yang berada di bawah pengelolaan pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.
Sementara itu, pengamat ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak menjelaskan peningkatan produktivitas tenaga kerja ini sangat tergantung pada kesungguhan dan komitmen Pemerintah Indonesia bersama dengan pelaku usaha.
"Sepanjang 50 tahun lalu, kualitas SDM Malaysia jauh di bawah kualitas SDM Indonesia. Dalam 25 tahun Malaysia mampu membalap Indonesia. Mereka fokus pada peningkatan kualitas SDM sehingga sejak 25 tahun yang lalu mereka sudah di atas Indonesia," terangnya.
Menurutnya, untuk mengejar ketertinggalan, Indonesia harus meningkatkan kompetensi SDM dimulai dari kualitas guru dan dosen. Lalu, perbaikan kualitas pelayanan publik melalui peningkatan kinerja aparatur dan kualitas manajemen baik di sektor pemerintah maupun swasta.