Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Keuangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Orias Petrus Moedak mengatakan bahwa pendanaan proses akuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia diupayakan berasal dari offshore funding atau dana dari luar negeri.
Dia menjelaskan bahwa offshore funding tidak harus berasal dari bank asing. Perseroan pun tidak menutup kemungkinan mencari pinjaman dari bank lokal atau bank BUMN selama dana yang disediakan berasal dari luar negeri.
“Kalau pun BUMN masuk, dananya offshore boleh. Siapa pun mau masuk yang penting dananya offshore. Nggak mesti asing, asing pun juga punya uang di dalam negeri kan,” ujar Orias di sela Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (23/7/2018).
Menurutnya, dengan offshore funding, pinjaman yang diperoleh oleh perseroan akan lebih murah dibandingkan menggunakan onshore funding karena transaksi dilakukan dalam mata uang dollar. Hal ini mengingat baik pendapatan Inalum maupun Freeport juga tercatat dalam bentuk dollar.
Pencarian dana ini, kata Orias, masih berjalan. Pihaknya masih melakukan negosiasi dengan sejumlah bank. Namun, dia enggan menyebutkan bank mana saja yang sedang dijajaki.
“Banyak bank yang terlibat. Kalau pernah disebut ada 11 ya bisa sekitar 11 itu. Kemudian bunga juga kami cari yang paling murah, ” katanya.
Nantinya, pinjaman tersebut akan berbentuk pinjaman sindikasi.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya memang sempat mengundang bank BUMN untuk memberikan pinjaman. Namun, pemerintah menyarankan untuk tidak dulu menggunakan pinjaman dari dalam negeri karena dapat menekan neraca pembayaran dan berpotensi menekan kurs rupiah.
“Kalau uangnya dari dalam negeri kan menekan neraca pembayaran. Supaya kursnya juga nggak kena. Kami memahami jadi kami bantu pemerintah jaga kurs,” kata Budi.
Terkait pinjaman, dia mengaku pihaknya sudah menerima indicative offer letter dari perbankan yang dijajaki. Dalam surat tersebut, pinjaman yang akan diterima melebihi nilai dari yang dibutuhkan Inalum.