Bisnis.com, JAKARTA — Usaha mikro kecil dan menengah dari subsektor industri kreatif dinilai lebih mudah menembus pasar ekspor dibandingkan dengan subsektor lainnya.
Dari 800 usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) binaan Bank Indonesia (BI), baru 25% yang mampu memasarkan produknya ke luar negeri. Angka itu didominasi oleh kontribusi dari UMKM yang bergerak di subsektor industri kreatif.
“[UMKM yang berbasis] Ekspor, tentu saja yang telah memiliki permintaan dari pasar, dan itu terutama di sektor industri kreatif,” kata Direktur Kepala Departemen Pengembangan UMKM BI Yunita Resmi Sari, Selasa (17/7).
Berdasarkan data BI, total UMKM di Indonesia saat ini mencapai 57,83 unit usaha. Sebanyak 28,33 juta unit di antaranya bergerak di subsektor pertanian/peternakan, 16,77 juta unit di subsektor perdagangan, dan 8,2 juta unit di subsektor industri kreatif.
Kendati UMKM berbasis industri kreatif memiliki proporsi yang paling kecil, kontribusinya terhadap ekspor mencapai 15,68% dari total nilai ekspor nonmigas pada 2016 senilai US$131,35 miliar.
Menurut Yunita, salah satu kendala yang membuat UMKM selain dari subsektor industri kreatif susah menembus pasar global adalah sedikitnya jumlah pelaku yang mampu mengatasi problema permodalan, peningkatan kualitas produksi, dan penjagaan kualitas produk.
“Pelaku UMKM industri kreatif memiliki daya tahan, keuletan, dan inovasi yang sangat tinggi, [sehingga] membuat mereka lebih kompetitif untuk menembus pasar global,” sebutnya.
Namun, dia meyakini permasalahan itu akan bisa diatasi dalam waktu dekat karena pemerintah telah memberikan insentif penurunan pajak penghasilan (PPh) final dari 1% menjadi 0,5% bagi UMKM dan BI telah mewajibkan perbankan untuk menyalurkan kredit UMKM sebesar 20%.
Sekadar catatan, rerata pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) UMKM dari subsektor industri kreatif dalam 7 tahun terakhir adalah 9,82% atau lebih tinggi dari rerata pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 5%.