Bisnis.com, JAKARTA — Divestasi saham Freeport akhirnya memasuki babak akhir dengan ditandatanganinya head of agreement (HoA) yang menyepakati nilai dan struktur transaksinya. Adapun, status IUPK permanen dan aturan stabilitas investasi akan dituntaskan dalam 2 bulan ke depan.
Divestasi saham Freeport diangkat menjadi topik headline di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Jumat (13/7/2018).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi (OP) permanen untuk PT Freeport Indonesia (PTFI) masih menunggu penyelesaian negosiasi secara keseluruhan antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dan Freeport-McMoRan Inc.
Jonan menjelaskan IUPK OP permanen akan difinalkan setelah proses divestasi tuntas dan stabilitas investasi disepakati. Adapun dua isu lain yang dibahas dalam perundingan, yakni pembangunan smelter dan perpanjangan operasi dengan mengubah status menjadi IUPK secara prinsip sudah disepakati.
“Semoga dengan HoA ini bisa difinalisasi lebih cepat. Soal stabilitas investasi ini harus segera selesai PP-nya . Nanti baru kami finalkan IUPK OP-nya," ujarnya dalam acara penandatangan HoA divestasi saham Freeport Indonesia di kantor Kementerian Keuangan, Kamis (12/7/2018).
PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum dan Freeport-McMoRan Inc. kemarin menandatangani kesepakatan awal divestasi saham Freeport Indonesia. Inalum bakal mengambil alih hak partisipasi PT Rio Tinto sebanyak 40% dengan nilai US$3,5 miliar. Inalum juga akan membeli 100% saham PT Indocopper Investama (anak usaha Freeport-McMoRan) senilai US$350 juta.
Total nilai yang disepakati untuk transaksi divestasi saham PTFI hingga 51% mencapai US$3,85 miliar. (Lihat infografis).
Jika dikonversikan dengan kurs tengah Bank Indonesia Kamis (12/7/2018) Rp14.435, maka dana US$3,85 miliar itu nilainya sekitar Rp55,6 triliun.
Nantinya dari kepemilikan saham sebesar 51% itu, Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika juga akan mendapatkan saham sebesar 10%.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengungkapkan pemerintah sedang mengebut proses finalisasi kesepakatan perusahaan patungan (joint venture agreement) antara Inalum dan Freeport-McMoran sebagai pemegang saham Freeport Indonesia. Setelah ada kesepakatan lanjutan, tranksasi baru bisa dilaksanakan.
“Joint venture ini kami finalkan, baru kita bayar. Susunan direksi hingga kontrol sedang difinalisasi dalam joint venture agreement. Semoga kesepakatan lanjutan bisa dicapai pada bulan ini,” katanya, kemarin.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan berbagai kesepakatan yang akan ditindaklanjuti, termasuk masalah stabilitas investasi, akan dimasukkan dalam IUPK OP permanen Freeport Indonesia.
“Itu semua ada didalam stability agrement yang akan ditandatangani pada saat sudah selesai IUPK pada Agustus,” ujarnya.
Terkait dengan stabilitAs investasi, dia menyatakan penerimaan negara secara agregat bakal lebih besar dibandingkan dengan penerimaan negara selama ini. “Komposisinya terdiri dari PPh, PPh badan, royalti, bagi hasil dari keuntungan pemerintah pusat ke pemerintah daerah, PBB, dan PPN. Itu semuanya ada di stability agreement,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif sekaligus Wakil Presiden PTFI Tony Wenas, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR sempat menyebutkan setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) PTFI, yang terdiri dari royalti hingga iuran tetap, sejak 1992 hingga 2017, mencapai Rp235 triliun.
Adapun, CEO Freeport-McMoran Richard C. Adkerson menyebutkan semua pihak yang terlibat dalam perundingan telah menyepakati keberlangsungan operasi Freeport Indonesia hingga 2041. “Ini menjadi contoh baik yang menunjukkan kepada investor internasional, mereka dapat berinvestasi dengan aman di Indonesia,” imbuhnya.
Melalui kepastian investasi, Adkerson menyebutkan pemerintah pusat dan daerah akan mendapatkan manfaat langsung, termasuk dividen kepada Inalum, yang melebihi US$60 miliar.
KOMITMEN PENDANAAN
Lebih jauh, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan sudah ada 11 bank yang siap membantu mendanai transaksi divestasi tersebut. Namun, dia mengaku belum bisa mengungkapkan bank mana saja yang sudah memberikan komitmennya tersebut.
Dia mengatakan masih mendiskusikan berapa porsi pendanaan dari bank dan ekuitas. Yang jelas, Budi menyebutkan total uang tunai yang dimiliki mencapai US$1,5 miliar.
Sebelumnya, perbankan nasional dan asing dikabarkan sedang membentuk sindikasi untuk mendukung pendanaan melalui skema kredit, di antaranya adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Bank CIMB Niaga Tbk.
Meski demikian, Direktur Business Banking CIMB Niaga Rahardja Alimhamzah menyampaikan hingga saat ini belum ada sindikasi yang terbentuk dalam rangka divestasi saham atas perusahaan penghasil emas dan tembaga terbesar di dunia itu.
“Masih proses itu, belum ada sindikasi yang terbentuk," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (12/7).
Hal senada disampaikan Wakil Direktur BNI Herry Sidharta yang mengatakan sampai saat ini belum ada informasi terkait keikutsertaan perseroan di dalam kredit sindikasi tersebut.
“Saya belum terinfo, tapi secara prinsip kalau feasible dan bankable why not?," kata Herry. (Lucky L. Leatemia/Ipak Ayu H.N/M. Nurhadi Pratomo/Nirmala Aninda/Rinaldi Azka)