Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dijadwalkan untuk menandatangani nota pendahuluan (head of agreement/HoA) dengan PT Freeport Indonesia terkait dengan divestasi 51% saham anak usaha Freeport-McMoRan Inc. tersebut pada pukul 16.00 WIB (Kamis, 12/7/2018).
Selain itu, Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Budi Gunadi Sadikin juga mengundang awak media untuk berbicara soal divestasi 51% saham Freeport Indonesia oleh Inalum pukul 12.00 WIB (12/7/2018).
Pihak pemerintah dan Inalum telah memberikan penjelasan bahwa kesepakatan negosiasi dengan Freeport Indonesia bakal ditandatangani bulan ini.
Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan menuturkan bahwa proses negosiasi yang melibatkan Pemerintah Indonesia, PT Inalum (Persero), dan Freeport-McMoRan Inc., telah mencapai tahap akhir.
Pada Kamis (5/7/2018), sejumlah petinggi Freeport, di antaranya Chief Financial Officer (CFO) Freeport-McMoRan Kathleen L. Quirk, Direktur & EVP PT Freeport Indonesia Tony Wenas, dan Direktur Freeport Indonesia Clementino Lamury mendatangi Kementerian ESDM.
Rombongan tiba sekitar pukul 14.00 WIB. Setengah jam kemudian pertemuan dengan pihak Kementerian ESDM dilangsungkan.
Pertemuan tersebut berakhir sekitar pukul 16.30 WIB dan pihak Freeport pun langsung meninggalkan Kementerian ESDM.
Tidak banyak yang diungkapkan oleh pihak Freeport usai pertemuan tersebut. Tony hanya mengungkapkan harapannya bahwa negosiasi bisa selesai dalam waktu dekat.
Kehadiran Quirk ke Indonesia pun seperti menjadi pembuka jalan bagi CEO Freeport-McMoRan Richard C. Adkerson untuk mengambil keputusan terakhir nantinya.
Pihak Inalum yang terlebih dahulu mengungkapkan bahwa negosiasi sudah pada tahap akhir. Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin bahkan secara jelas mengatakan perundingan sudah sangat maju dan tengah membahas masalah hak dan kewajiban (terms & condition) masing-masing pihak setelah divestasi saham Freeport Indonesia hingga 51% selesai.
Hak dan kewajiban tersebut mengerucut pada masalah kontrol manajemen. Hal tersebut tampaknya menjadi salah satu fokus dalam negosiasi.
Pascadivestasi, masalah operasional pertambangan sepertinya akan dipegang oleh pihak Freeport. Namun, melihat komposisi kepemilikan saham, pihak Indonesia akan sangat wajar apabila memegang kontrol utama dalam manajemen di Freeport Indonesia.
Adapun isu lainnya yang relatif sudah terselesaikan adalah pembangunan smelter, stabilitas investasi melalui kepastian hukum dan fiskal, serta perpanjangan operasi dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus, meskipun kini mengemuka masalah lingkungan yang perlu juga diselesaikan.
Pemerintah pun memberikan waktu tambahan untuk negsosiasi selama 1 bulan dengan memperpanjangan IUPK Freeport Indonesia hingga 31 Juli 2018.