Bisnis.com, JAKARTA--Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan penanggulangan ketimpangan di Tanah Air harus dilakukan secara serius, mengingat dampaknya hingga ke stabilitas politik
Pasalnya, dia mengingatkan ketimpangan bukan hanya masalah sosial. Ketimpangan dapat memicu pergolakan politik.
Jusuf Kalla (JK) mencontohkan Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)-Perdjuangan Rakjat Semesta (Permesta) pada 1958-1961.
" Karena merasa daerah itu kaya tapi sarana pembangunannya rendah. Sehingga pemberontakan terjadi selama tiga tahun" ungkap Wapres dalam sambutannya di acara Indonesia Development Forum 2018, Selasa (10/7).
Selain itu, JK mengungkapkan pemberontakan di Aceh yang dipimpin oleh GAM (Gerakan Aceh Merdeka) bukan disebabkan oleh masalah syariah, tetapi masalah ketimpangan ekonomi.
Menurut JK, diskusi terkait ketimpangan tidak lepas dari persoalan kemiskinan dan Gini rasio.
"Ketimpangan itu punya sebab yang panjang," ujar JK.
Ketimpangan tersebut diawali oleh ketersediaan pendidikan, kesehatan, listrik dan infrastruktur yang merata.
JK menegaskan tanpa itu ketidakseimbangan antar daerah dapat terjadi.
Pendekatan dalam mengatasi ketimpangan pun berbeda bagi negara kepulauan seperti Indonesia dibandingkan dengan negara daratan lain.
Dengan demikian, JK memandang perlu adanya sistem ekonomi harus diperbaiki sehingga kekayaan tidak terkonsentrasi.
Upaya menekan ketimpangan juga harus melihat ciri khas dari masing-masing daerah.
"Masing-masing daerah harus memiliki policy berbeda. Membangun Sulawesi berbeda dengan membangun Jawa," tegas JK.
Dengan demikian, daerah itu bersaing dalam menarik investasi dan mendorong kemajuan ekonomi dengan keunggulannya masing-masing.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melihat ketimpangan wilayah terjadi antarwilayah dan intrawilayah.
"Untuk mengatasinya startegi yang selama ini diimplementasikan mengarah pada pembangunan karakteristik wilayaj tertentu," kata Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro.
Bappenas menyiapkan tiga strategi. Pertama, pembangunan wilayah dengan potensi dan daya ungkit pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi dengan menitikberatkan pada percepatan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan dan perkotaan.
Kedua, pembangunan wilayah dengan skala ekonomi wilayah dan lokal yang potensial dengan menitikberatkan pada pembangunan pusat kegiatan wilayah dan ekonomi lokal, kawasan perdesaan dan kota-kota sedang.
Pembangunan wilayah dengan infrastruktur dan pelayanan dasar yang tertinggal yang menintikberatkan pada pembangunan di daerah tertinggal, kawasan perbatasan, daerah kepulauan dan kawasan timur Indonesia.