Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Divestasi Saham Freeport: Kendali Manajemen di Tangan Siapa?

Kendali manajemen PT Freeport Indonesia kini menjadi isu paling krusial pasca divestasi 51% saham anak usaha Freeport-McMoran itu kepada PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero).

Bisnis.com, JAKARTA — Kendali manajemen PT Freeport Indonesia kini menjadi isu paling krusial pasca divestasi 51% saham anak usaha Freeport-McMoran itu kepada PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero).

Divestasi saham Freeport menjadi topik headline koran cetak Bisnis Indonesia edisi Kamis (5/7/2018). Berikut laporan selengkapnya.

Teka-teki siapakah yang bakal menjadi pengendali dan operator di wilayah tam­bang yang berlokasi di Papua itu hingga kini masih belum menemukan titik terang.

Pasalnya, kedua belah pihak, baik PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) maupun Freeport-McMoran, belum bersepakat mengenai hal ini.

Kabarnya, pihak Inalum mengusulkan ada lima direksi, masing-masing dua orang usalan dua pihak—Freeport & Inalum—dan satu direksi independen.

Adapun, Freeport meminta empat direksi yang berasal dari usulan kedua belah pihak. Akan tetapi, jika terjadi deadlock, Freeport-McMoran yang akan mengambil keputusan. (Bisnis, 4/7/2018).

Ekonom Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi menilai dengan saham mayoritas ada di pihak Indonesia, idealnya kendali manajemen juga ada di Inalum, meskipun Freeport-McMoRan Inc. memiliki kompetensi teknis pertambangan bawah tanah.

“51% Sudah tidak bisa ditawar. Dari sisi teknis, Freeport memang perlu terlibat untuk kegiatan penambangannya. Akan tetapi, yang mengendalikan dan mengambil keputusan tetap kita,” katanya kepada Bisnis, Rabu (4/7/2018).

Dia juga mengatakan kendali tersebut seharusnya tercermin dari pemilihan direksi dan komisaris setelah proses divestasi selesai. “Sepertinya masih ada perdebatan soal direksi. Yang jelas, bagaimana nanti hasilnya, Indonesia harus dominan.”

Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Divestasi 51% saham Freeport Indonesia di Inalum harus diikuti dengan penguasaan perusahaan secara operasional. Salah satu yang bisa dilakukan adalah melalui penunjukan posisi direktur utama dari pihak Indonesia.

“Semua kendali manajemen dan operator itu harusnya ada di kita dong. Kalau itu tidak dipenuhi, jadinya 'seolah-olah' 51%,” ujar Eni.

Menurutnya, sumber daya manusia di dalam negeri mampu menjalankan operasi, mengingat teknologi sudah terbuka. Masalahnya, menurut dia, hanya ada di semangat keinginan memperjuangkan dominasi kendali tersebut.

Kabar bahwa kendali manajemen ada di tangan Freeport sempat berembus setelah melihat kompetensi yang dimiliki perusahaan tersebut. Pengakuan akan kompetensi Freeport ini sebelumnya diungkapkan oleh Arifin Panigoro, pemilik PT Medco Energi Internasional Tbk.

Ketika berbicara di hadapan warga Indonesia di Washington DC, pekan lalu, Arifin mengatakan Freeport memiliki kompetensi yang tinggi dalam mengelola tambang bawah tanah. Saat ini, menurutnya, belum ada perusahaan dalam negeri yang memiliki kompetensi tersebut. Bahkan, dalam pembangunan smelter pun, Freeport masih yang terdepan.

Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Inalum, yang dimintai konfirmasi secara terpisah perihal kendali manajemen belum merespons pesan singkat yang dikirimkan Bisnis.

Adapun, Head of Corporate Communica­tions Inalum Rendi A. Witular hanya mengatakan persoalan kendali manajemen masih menjadi salah satu bagian dalam perundingan yang tengah berlangsung. “Masih proses negosiasi.”

Dia membantah kabar yang beredar bawah Inalum tidak akan memegang kendali di Freeport. “Kendali akan dibagi proporsional berdasarkan besaran kepemilikan,” tegasnya.

Sementara itu, sumber Bisnis mengatakan telah terjadi pertemuan antara sejumlah pihak yang terlibat dalam proses divestasi pada Rabu (4/7), menyusul kedatangan CEO Freeport-McMoran Richard C. Adkerson. Adkerson dikabarkan sudah tiba di Tanah Air sejak Selasa (3/7) malam dan menginap di Hotel Fairmont. Hanya saja, belum ada yang mengonfirmasi pertemuan tersebut.

PERPANJANG 1 BULAN

Di sisi lain, pemerintah kembali memperpanjang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport Indonesia untuk ketiga kalinya. Kali ini, perpanjangan IUPK tersebut hanya berlaku selama 1 bulan.

Dirjen Mineral dan Batubara Kemente­rian Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan keputusan memperpanjang IUPK hingga 31 Juli 2018 ini diambil karena hampir semua aspek perundingan sudah mendekati final, kecuali masalah lingkungan yang masih membutuhkan tambahan waktu dalam pembahasannya.

Dengan adanya keputusan ini, PT Freeport Indonesia dapat tetap melakukan penjualan konsentrat tembaga ke luar negeri. Sepanjang Februari—Juni 2018, realisasi ekspor konsentrat tembaga perusahaan asal Amerika Serikat ini mencapai 465.000 ton.

Bambang optimistis negosiasi dengan Freeport akan selesai paling lambat pada 31 Juli 2018, sesuai dengan tenggat berlakunya IUPK sementara yang baru saja terbit.

Pri Agung Rakhmanto, pendiri Reforminer Institute, menilai perpanjangan waktu IUPK Freeport Indonesia selama sebulan masih wajar. Apalagi, pemerintah dan Freeport Indonesia ingin melanjutkan pengelolaan tambang.

“Ya kita lihat saja. Paling kalau tidak selesai, ya ada perpanjangan atau penambahan waktu lagi. Seperti yang sudah-sudah seperti itu, bukan?”


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro