Bisnis.com, JAKARTA— Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini akan merilis angka inflasi Juni 2018.
Peneliti Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memprediksi angka inflasi Juni 2018 lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu.
“Inflasi juni proyeksinya 0,3% alias lebih rendah dari Juni 2017 yang sebesar 0,69%,” kata Bima kepada Bisnis.com, Senin (2/7/2018).
Dikemukakannya, kendati ada dorongan tunjangan hari raya (THR) bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan swasta saat Lebaran, secara umum dorongan kenaikan harga di sisi permintaan masih lemah.
“Jadi harga kebutuhan pokok tidak mengalami lonjakan, karena penjual takut naikkan harga, karena daya beli masyarakat masih lemah,” kata Bhima.
Hal itu, bisa dilihat dari inflasi inti bulan Mei saat Ramadhan lebih rendah dari inflasi inti awal tahun Januari.
Dia mengatakan jika pada Juni terjadi inflasi, merupakan hal wajar. Mengingat secara musiman dari naiknya harga transportasi khususnya transportasi udara, karena arus mudik Lebaran dan naiknya biaya bahan bakar avtur pesawat mnyesuaikan harga minyak dunia.
“Yang perlu dicermati inflasi semester II akan merangkak naik, karena harga BBM nonsubsidi semakin mahal akibat liarnya harga minyak mentah dunia,” kata Bhima.
Sementara itu, pelemahan kurs rupiah dia prediksi menciptakan imported inflation khususnya di produk makanan minuman.
Untuk kenaikan bunga acuan yang segera direspons oleh bank dengan menaikkan bunga kredit, diperkirakan menambah biaya produksi yang akan direspons dengan kenaikan harga barang.
Seperti diketahui, Dari laman BPS disebutkan, Kepala BPS Suhariyanto yang akan mengumumkan angka inflasi Juni hari ini, pk. 11.00 WIB.
BPS telah mengumumkan angka inflasi Mei 2018 sebesar 0,21%, sedangkan inflasi secara tahun kalender 2018 mencapai 1,3% dan inflasi tahun ke tahun di level 3,23%.
Hasil tersebut diperoleh dari pemantauan Badan Pusat Statistik (BPS) di 82 kota seluruh Indonesia. Dari data BPS, 65 kota mengalami inflasi dan 17 kota tercatat mencetak deflasi.