Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja ekspor Korea Selatan sedikit terkontraksi pada Juni 2018. Hal ini menambah kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi Negeri Ginseng.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) Korea Selatan (Korsel) pada Minggu (1/7/2018) menyatakan ekspor Korsel turun 0,1% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi ini lebih kecil daripada perkiraan kenaikan sebesar 2,2% dalam survei Bloomberg terhadap sejumlah ekonom.
Sementara itu, impor meningkat 10,7% pada Juni 2018. Dengan demikian, surplus perdagangan tercatat US$6,32 miliar.
Ekspor Korsel ke China naik 29,8% pada Juni 2018 dari periode yang sama setahun sebelumnya, sedangkan ekspor ke AS dan Jepang masing-masing meningkat 7,6% dan 11,1%. Adapun ekspor semikonduktor naik 39% dan ekspor otomotif turun 9,9%.
“Penurunan ekspor sebagian karena jumlah hari kerja yang lebih sedikit dan efek dasar dari ekspor kapal dalam skala besar setahun sebelumnya,” jelas Kemendag Korsel dalam pernyataannya, seperti dilansir dari Bloomberg, Senin (2/7).
Korsel adalah salah satu negara dengan skala ekonomi besar pertama yang melaporkan data perdagangan dan dianggap sebagai penentu arah permintaan global. Pertumbuhan ekonomi negara tersebut telah didorong oleh ekspor pada tahun ini, sebaliknya permintaan domestik terlihat tidak terlalu bergairah.
Data perdagangan akan dicermati oleh para analis yang mencari petunjuk tentang waktu kenaikan suku bunga berikutnya oleh Bank of Korea (BoK), yang saat ini berada di level 1,5%.
Meski bank sentral Korsel telah mengindikasikan bahwa langkah kebijakan moneter berikutnya kemungkinan adalah kenaikan suku bunga, pertumbuhan pekerjaan dan ekspor yang melesu menjadi beban tersendiri.
Sementara itu, ancaman tarif dan kontra tarif dari AS berikut balasan dari China akan menyeret dan merugikan Korsel. Korsel diketahui merupakan pengekspor utama suku cadang dan komponen-komponen untuk pabrik-pabrik China.
Sebesar 25% dari total ekspor Korsel dilakukan ke China, di mana 78,5% di antaranya adalah barang-barang perantara. Badan Promosi Perdagangan Korsel memperkirakan bahwa setidaknya 10% barang-barang ini berakhir dalam produk-produk yang dijual di AS.
Kemendag Korsel juga mengaku telah mengajukan sebuah surat kepada Pemerintah AS berisi penolakannya terhadap tarif impor mobil yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Selama pertemuan dengan anggota parlemen dan pejabat industri di AS pekan lalu, Menteri Perdagangan Korsel Paik Un-gyu mengatakan bahwa tarif tersebut akan merugikan daya saing industri otomotif AS, yang bergantung pada rantai pasokan global.