Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cabot Pastikan Lanjutkan Investasi di Indonesia

Kementerian Perindustrian mendapatkan kepastian komitmen investasi pabrikan serat karbon hitam Cabot Corporation.
Ilustrasi kegiatan industri manufaktur./Reuters
Ilustrasi kegiatan industri manufaktur./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian mendapatkan kepastian komitmen investasi pabrikan serat karbon hitam Cabot Corporation.

"Cabot akhirnya jadi investasi di Indonesia," jelas Direktur Industri Kimia Hulu, Muhammad Khayam, belum lama ini. 

Sebelumnya Cabot mempertimbangkan Indonesia atau Thailand untuk untuk investasi perluasan pabrik milik perusahaan. Perluasaan dikarenakan Cabot sebelumnya telah memproduksi serat karbon hitam berkapasitas 90.000 ton per tahun di Cilegon, Indonesia. Meski begitu, Khayam tidak menjelaskan besaran investasi yang ditanamkan oleh perusahan kimia terpadu yang berpusat di Boston, Amerika Serikat (AS) itu.

Pada kesempatan terpisah, Achmad Sigit Dwiwahjono, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian menuturkan Cabot mengajukan permintaan fasilitas jika akhirnya menempatkan investasinya di Indonesia. Fasilitas itu meliputi insentif pajak, kemudahan bahan baku hingga kepastian pembelian listrik yang mereka produksi sebagai ekses pembangunan pabrik baru. 

Serat karbon hitam merupakan produk industri kimia hulu. Bahan ini digunakan sebagai pigmen penguat warna hitam. Campuran serat karbon hitam banyak digunakan dalam proses warna untuk olahan karet dan produk plastik. Beberapa produk yang menggunakan karbon hitam ini diantaranya cat, tinta hingga pembuatan ban.

"[Rencana] investasi mereka kurang lebih sekitar Rp1 triliun," katanya. 

Untuk membuat serat karbon hitam, Cabot akan mengimpor decant oil. Bahan dari sisa pengolahan minyak mentah itu biasanya didatangkan dari sejumlah negara mulai dari Timur Tengah hingga ke China. Cabot membutuhkan dukungan rekomendasi dari Kementerian Perdagangan untuk memudahkan pengiriman bahan baku ini ke Indonesia.

Pemerintah mencatat industri kimia, tekstil, dan aneka (IKTA) tumbuh sebesar 5,16% secara tahunan. Terjadi penurunan kinerja sektor bahan kimia sebesar 12%, sehingga menyebabkan pertumbuhan IKTA secara keseluruhan berada di bawah angka pertumbuhan tahun lalu. 

"Yang down itu kimia karena impor mencapai US$20 miliar, kalau dolar naik bahan baku juga naik. Petrokimia misalnya, dulu harga minyak dunia di bawah US$50 per barel, sekarang US$60 hingga US$70 padahal bahan baku itu 90% impor," katanya.

Sektor lainnya, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, farmasi, serta semen masih tumbuh positif, bahkan di atas ekspektasi Kemenperin. Sigit memerinci industri TPT tumbuh 7,53%, alas kaki tumbuh 5%, semen 5%, dan farmasi 7,6%. Hingga akhir tahun, Kemenperin menargetkan sektor IKTA tumbuh sebesar 4,5% secara tahunan. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Editor : Ratna Ariyanti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper