Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Balik Tren Banjir Impor Gula Mentah di Indonesia

Siang itu, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Dwi Purnomo menumpahkan kesahnya saat ditemui Bisnis di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, pekan ketiga Mei. Impor gula [tahun] ini terlalu banyak, dengusnya.

Bisnis.com, JAKARTA -- Siang itu, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Dwi Purnomo menumpahkan kesahnya saat ditemui Bisnis di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, pekan ketiga Mei. “Impor gula [tahun] ini terlalu banyak,” dengusnya.

Dia memulai ceritanya sembari membolak-balik tumpukan kertas bertorehkan data di mejanya. Berulang kali, jemari pria yang mengenakan pakaian bertuliskan RNI itu cekatan menghitung angka-angka. Selesai mendapatkan jumlah, dia lantas menarik kesimpulan.

Dwi tak habis pikir dengan kebijakan pemerintah membedol keran impor gula mentah (GM) untuk disulap menjadi gula kristal putih (GKP) alias gula konsumsi. Di benaknya, ini bertentangan dengan janji kampanye Presiden Joko Widodo lewat program Nawacita untuk kedaulatan pangan, termasuk gula.

Nyata-nyata, tahun ini Kementerian Perdagangan mengendorkan keran impor GM untuk GKP sejumlah 1,1 juta ton. Jumlah itu tidak sedikit, jika disandingkan dengan perkiraan kebutuhan gula nasional tahun ini yang mencapai 2,9 juta ton.

Dari kebutuhan konsumsi tahunan sebesar itu, pemerintah mengklaim hanya memiliki stok gula di Perum Bulog sebanyak 800.000 ton. Jumlah ini akan ditambah dengan proyeksi produksi gula dalam negeri.

Diprediksi, total produksi gula tebu mencapai 2,1 juta ton tahun ini. Kendati total keduanya (stok Bulog dan produksi domestik) cukup untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi tahunan, pemerintah berdalih kebijakan impor itu akan digunakan untuk memperkuat stok pada Januari—Mei 2019 sebelum memasuki masa panen.

Padahal, selama ini otoritas perdagangan sendiri mengakui adanya rembesan gula kristal rafinasi (GKR) setidaknya 300.000 ton per tahun di pasar konsumsi. Bahkan, berdasarkan klaim Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), rembesan GKR berjumlah tak kurang dari 500.000 ton.

Jika pemerintah bersikeras mengimpor, AGI memperkirakan kebutuhan impor seharusnya hanya sekitar 400.000 ton, itupun sebagai cadangan. “Kebijakan impor ini juga harus mempertimbangkan gula produksi petani tebu,” kata Dwi.

Dwi bukan satu-satunya pihak yang mengecam kekendoran impor GM pada tahun ini. APTRI ikut berteriak. Ketua Umum  Dewan Pimpinan Nasional APTRI Soemitro Samadikoen menyebut langkah itu malah akan membuat petani gula tebu merugi karena produksinya tidak dapat diserap di pasaran akibat impor yang terjadi sejak 2015.

“Jika mempertimbangkan rembesan [GKR ke pasar konsumsi], maka impor sama sekali tidak dibutuhkan,” tegas pria asal Nganjuk itu dengan suara lantang via sambungan telpon.

KESALAHAN BERULANG

Sebenarnya, gembar-gembor impor gula mentah untuk konsumsi bukan sekali ini terjadi. Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kebijakan itu telah berlangsung sejak 2015. Kala itu, Kemendag mengeluarkan surat persetujuan impor (SPI) GKP sebesar 105.000 ton.

Setahun berikutnya, impor gula semakin menjadi-jadi. Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag menerbitkan SPI GM untuk GKP sebanyak 1,36 juta ton. Menariknya, importasi komoditas itu dilakukan oleh koperasi TNI dan Polri, alih-alih oleh perusahaan milik negara.

Dalam berkas laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK yang diterima Bisnis, perusahaan penerima jatah SPI yang berkaitan langsung dengan Induk Koperasi Kepolisian (Inkoppol) a.l. PT Berkah Manis Makmur, PT Dgarmapala Usaha Sukses, PT Andalan Furnindo, PT Angel Product, PT Makassar Tene, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, dan PT Sentra Usahatama Jaya. Total jatah impor mereka adalah 200.000 ton.

Selain itu, Induk Koperasi Kartika—yang notabene koperasi milik TNI—melalui PT Angle Product mendapat jatah impor dengan jumlah lebih besar, yakni 262.500 ton GKP. Satuan Koperasi Kesejahteraan Prajurit (SKKP) TNI dari PT Berkah Manis Makmur juga mendapat jatah 20.000 ton, sedangkan PT Adikarya Gemilang terkait dengan Pusat Koperasi Polisi (Puskoppol) mendapat jatah 30.000 ton.

Bila APTRI mengaku kebijakan impor itu merugikan petani tebu, lain lagi dengan bukti data yang disampaikan BPK. Pada 2016, ternyata Dewan Pimpinan Daerah APTRI Lampung malah melakukan nota kesepahaman dengan PT Adikarya Gemilang dan Pabrik Gula Gorontalo. Dari kesepahaman ini, mereka mendapat jatah impor 65.200 ton gula.

Impor GKP selama 2015—2016 nyatanya lebih tinggi jika dibandingkan dengan total kebutuhan dan produksi nasional. Pada 2015, misalnya, dengan total kebutuhan 2,81 juta ton gula dan produksi nasional mencapai 2,79 juta ton, defisit seharusnya hanya sekitar 25.600 ton. Faktanya, alokasi impor berdasarkan SPI yang dikeluarkan Kemendag menembus 105.000 ton.

Parahnya lagi, pada 2016, alokasi impor mencapai 1,36 juta ton. Angka ini dua kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan selisih antara kebutuhan dan produksi gula yakni 477.200 ton. Saat itu, kebutuhan GKP diperkirakan pemerintah 3,05 juta ton dan produksi nasional 2,57 juta ton.

Kondisi sama terjadi pada semester I/2017 di mana alokasi impor berdasarkan SPI keluar sebesar 1,01 juta ton. Tahun lalu, kebutuhan GKP mencapai 3,26 juta ton dan produksi nasional sekitar 2,55 juta ton. Artinya, kekurangan kebutuhan gula seharusnya hanya 710.500 ton.

Di sisi lain, pemerintah tidak dapat berbuat banyak melihat gula tebu yang diproduksi oleh PT Perkebunan Nusantara dan PT Rajawali Nusantara Indonesia. Kabarnya, tahun lalu Kemendag sempat meminta dua BUMN itu untuk menarik seluruh produksi gula dari pasaran. Alasannya, kualitas gula hasil produksi kedua perusahaan pelat merah itu berada di bawah standar nasional Indonesia (SNI).

Awal bulan lalu, PTPN III langsung menggandeng dua lembaga pengawas sekaligus untuk menganalisis sejumlah aspek produksi gula, termasuk rendemen dan perbaikan kualitas gula sesuai SNI. Dua lembaga yang diajak bekerjasama adalah PT Surveyor Indonesia dan PT Sucofindo.

Selama ini, PG milik BUMN selalu mengalami kendala pabrik, salah satunya terkait efisiensi pabrik dan kondisi alat produksi yang sudah berumur seabad lebih. Rerata pabrik gula milik BUMN merupakan bekas peninggalan Belanda.

Alhasil, pabrik tidak dapat berfungsi maksimal. Padahal, pemerintah telah mengucurkan uang tidak sedikit untuk revitalisasi pabrik. Namun, hasilnya belum terlihat.

Menurut Dwi Purnomo, karut marut kasus impor gula tidak akan terjadi seandainya saja Dewan Gula Indonesia (DGI) masih ada hingga saat ini. Tepat 4 Desember 2014, Presiden Joko Widodo membubarkan lembaga tersebut karena dianggap tak efisien.

Padahal, kehadiran  DGI dinilai dapat mengukur presisi neraca pergulaan mulai dari kebutuhan, produksi, hingga distribusi gula. Lembaga ini dinilai paling gencar menentang impor gula yang dilakukan pemerintah.

Sebelum lembaga ini dibubarkan, pemerintah kerap kali meminta pendapat DGI untuk menyampaikan tentang keseimbangan neraca gula dalam negeri untuk memetakan stok dan kebutuhan konsumsi nasional. Anggota DGI sendiri, sebut Dwi, berasal dari seluruh kalangan, termasuk Kadin, unsur pemerintah, hingga pengusaha gula, dan analis.

Namun, pembubaran lembaga ini berbanding lurus dengan mulai kendornya impor gula mentah untuk GKP. Malah, saat ini dalam menentukan alokasi impor GKP, otoritas yang melakukan pembahasan hanya Kemendag, Kementerian Pertanian, dan Kemenko Perekonomian.

“Dulu hanya AGI dan DGI yang menjadi berani menolak impor gula,” kenangnya. Agaknya, dewan pengawas untuk komoditas gula masih diperlukan untuk mengontrol tindak tanduk pemerintah dalam melakukan impor pangan, termasuk gula, agar nasibnya tidak semakin pahit dan jauh dari mimpi mencapai kedaulatan.

 

Perbandingan Data Kebutuhan, Produksi, Alokasi Impor GKP (juta ton)

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Uraian                                                                         2015                2016                Sem I/2017

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kebutuhan                                                                  2,81                3,05                 3,26

Produksi Nasional                                                       2,79                2,57                 2,5

Selisih antara kebutuhan dan

produksi nasional                                                        -0,25               -0,47               -0,71

Alokasi impor berdasarkan Persetujuan Impor           0,10                 1,36                1,01

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber: BPK, 2018

 

 

 

 

 

Jumlah Penerbitan Persetujuan Impor Gula dan Realisasi Impor Gula (juta ton)

 

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Periode           Impor Gula                            Jumlah Penerbitan SPI        Realisasi (PIB)

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

2015                GM untuk GKR                      3,10                                         3,08

                        GM untuk GKP                      0,10                                         0,10

                        GM untuk bahan baku           0,45                                         0,42    

                        GKR                                       0,07                                         0,06

                        GKP                                        -                                               -

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

2016                GM untuk GKR                      3,30                                         3,22

                        GM untuk GKP                      1,26                                         1,26

                        GM untuk bahan baku           0,46                                         0,36

                        GKR                                       0,05                                         0,08

                        GKP                                        0,10                                         0,08    

                        GM untuk uji coba SNI          0,35                                         0,30

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Per Sep 2017   GM untuk GKR                      3,43                                         2,45

                        GM untuk GKP                      1,01                                         0,78

                        GM untuk bahan baku            0,16                                         0,02

                        GKR                                       0,13                                         0,05

                        GKP                                        -                                               -

                        GM untuk uji coba SNI          -                                               0,03                

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

TOTAL                                                          4,74                                         3,34                

Sumber: BPK, 2018                            

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper