Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan Impor Gula Mentah untuk GKP Tidak Relevan

Impor gula mentah sejumlah 1,1 juta ton untuk dijadikan gula konsumsi dinilai tidak relevan di tengah kondisi stok dalam negeri yang masih aman hingga akhir tahun, serta proyeksi kecukupan produksi gula tebu dari petani tahun ini.
Seorang pekerja berdiri di antara tumpukan karung gula mentah/Bloomberg
Seorang pekerja berdiri di antara tumpukan karung gula mentah/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Impor gula mentah sejumlah 1,1 juta ton untuk dijadikan gula konsumsi dinilai tidak relevan di tengah kondisi stok dalam negeri yang masih aman hingga akhir tahun, serta proyeksi kecukupan produksi gula tebu dari petani tahun ini.

Sekretaris Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Dwi Purnomo Putranto mengungkapkan produksi gula kristal putih (GKP) tahun ini diperkirakan mencapai 2,1—2,5 juta ton. Adapun, kebutuhan konsumsinya adalah sekitar 2,9 juta ton.

Angka itu diperhitungkan dari rerata konsumsi GKP nasional sebesar 10,91 kg/kapita/tahun dikalikan jumlah penduduk sebanyak 266 juta jiwa. Sementara itu, stok di Perum Bulog (Persero) saat ini diklaim pemerintah masih sekitar 800.000 ton.

Menurutnya, jika stok GKP yang ada di Bulog ditambahkan dengan proyeksi produksi lokal dan jumlah gula yang masih beredar di pasaran, dapat dipastikan kebutuhan GKP bisa tercukupi hingga menjelang masa panen tahun depan tanpa harus impor.

Panen tebu biasanya berlangsung antara Mei—Juni dalam tahun berjalan. Adapun, kebutuhan konsumsi GKP nasional per bulan biasanya berada di angka 200.000—235.000 ton. Kebutuhan itu biasanya ditopang oleh produksi dalam negeri.

Bahkan, kata Dwi, sejumlah pabrik gula (PG) di Sumatra Utara dan Bengkulu saat ini telah memasuki masa giling. Menurutnya, jika proyeksi produksi tepat, kebutuhan GKP sebenarnya bisa dicukupi oleh produksi lokal sampai pertengahan tahun depan.

“Kalau dihitung-hitung, kebutuhan [GKP nasional per tahun] 2,9 juta ton. Paling impor [gula mentah/GM] yang dibutuhkan hanya 400.000 ton saja, tetapi itupun sebagai cadangan [buffer stock],” ujarnya saat ditemui Bisnis di kantornya, Senin (21/5/2018).

Dia menambahkan keputusan impor GM untuk dijadikan GKP hanya melibatkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Keputusan tersebut ditengarai tidak melibatkan asosiasi terkait atau petani yang mengetahui langsung kondisi ketersediaan gula di dalam negeri saat ini. Dwi berkata kenyataannya di lapangan saat ini belum ada pedagang yang mau menyerap GKP dari hasil panen 2018.

Dirinya menjelaskan hal itu terjadi karena masih banyaknya pasokan GKP di pasaran, sehingga para pedagang ragu-ragu untuk menambah stok. Hingga menjelang masa giling, Dwi mengklaim belum banyak pedagang yang mengikuti lelang untuk membeli gula tebu.

“Pabrik gula dari petani tebu sekarang bingung. Kalau terus-terusan tidak ada yang membeli gula petani dari PG, otomatis kebutuhan petani termasuk biaya produksi dan penggilingan akan mandek,” tuturnya.

Berdasarkan analisis tabel input output (IO) Badan Pusat Statistik (BPS), GM impor 3 juta ton setara dengan potensi kehilangan pekerjaan di sektor berkebunan tebu sekitar 2,2 juta orang dan di sektor off farm sekitar 800.000 orang.

Dengan demikian, lanjutnya, jika pemerintah bersikeras memutuskan impor 1,1 juta ton GM untuk dijadikan GKP, potensi kehilangan pekerjaan di sektor perkebunan tebu akan mencapai sepertiga dari analisis tersebut.

Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan iklim kering pada tahun ini akan membantu realisasi produksi GKP setidaknya 2,2 juta ton.

“Namun, sekarang ini gula petani tidak laku, jumlahnya mencapai ribuan ton. [Harganya] Ditawar Rp9.500/kg karena harga [di pasaran] sedang turun. Padahal, harga turun juga karena [kebijakan] impor gula pada 2016,” ungkapnya.

Dia berpendapat, jika tahun ini keran impor GM untuk GKP kembali dibuka, bukan tidak mungkin harga di tingkat petani akan semakin tertekan karena membeludaknya stok gula konsumsi. Ujung-ujungnya, kata Soemitro, petani akan terdemotivasi untuk menanam tebu.

Sementara itu, Wakil Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara Dolly P Pulungan mengungkapkan kebutuhan GKP saat ini sebenarnya bisa dipenuhi dari produksi BUMN dan swasta sekitar 1,8 juta ton.  

“Sisanya biasanya akan ditambah dari persediaan tahun sebelumnya. [Yang jelas] Kami tidak mendapat izin impor gula mentah dan kalau dilihat stok awal yang ada milik pedagang, maka GKP cukup untuk suplai tahun ini,” ujarnya.

REALISASI IMPOR

Pada perkembangan lain, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan impor GM tersebut merupakan hasil keputusan rapat koordinasi antarinstansi di Kemenko Perekonomian pada awal Maret. (Bisnis, edisi21/5)

“Sesuai rakortas tersebut, Kemendag memberi penugasan kepada beberapa industri gula—baik industri gula yang terintegrasi perkebunan tebu maupun industri pengolah gula—untuk mengimpor.”

Oke mengungkapkan hingga 10 Mei 2018, otoritas perdagangan telah menerbitkan persetujuan impor (PI) gula mentah sebesar 635.000 ton. Adapun, realisasinya sudah mencapai 248.625 ton atau setara dengan 233.707 ton GKP.

Impor gula mentah tersebut dilakukan dari berbagai negara, yaitu; Brasil, Amerika Serikat, Australia, Thailand, Guatemala, Jepang, Pakistan, Myanmar, Srilanka, India, Afrika Selatan, Kuba, Vietnam, dan Uni Emirat Arab.

Menurutnya, gula mentah untuk GKP tersebut nantinya tidak akan diimpor dan diolah oleh Bulog maupun PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero), tetapi oleh pihak swasta.

“Jumlah impor gula mentah yang diberikan tentunya memperhatikan kesanggupan masing-masing [pabrik gula], serta memperhatikan potensi pendistribusian GKP hasil pengolahan tersebut di wilayah masing-masing.”

Berdasarkan catatan Bisnis, dalam sejarahnya, impor gula mentah selalu melibatkan pertimbangan Dewan Gula Indonesia (DGI) guna membahas dan mencari neraca gula untuk memetakan stok dan kebutuhan konsumsi.

Bersama AGI, DGI juga menjadi ‘tameng’ untuk membendung impor berlebihan sehingga serapan produksi gula petani aman.

Namun, sejak 4 Desember 2014, Presiden Joko Widodo mencabut status DGI dengan pertimbangan membebani keuangan negara. Sayangnya, hal itu berbanding lurus dengan semakin kencangnya keran impor komoditas manis tersebut ke Tanah Air.

Pada 2016, impor gula mencapai 1,3 juta ton dan berdampak pada turunnya penyaluran GKP dari gudang PG ke pedagang. Sebelum impor, rerata GKP yang keluar dari gudang PG mencapai 243.000 ton/bulan pada 2015.

Namun, sejak 2016, rerata penyaluran GKP dari gudang PG turun menjadi 205.000 ton/bulan saat impor gula mulai masuk. Angka ini semakin melorot menjadi 177.000 ton/bulan pada tahun lalu.

 

Penyaluran/Pengeluaran GKP dari Gudang Pabrik Gula

--------------------------------------------------------------------------------------

Tahun                   Total (juta ton)                  Rata-rata/bulan (ton)

--------------------------------------------------------------------------------------

2010                       2,103                                     175.257

2011                       2,768                                     230.736

2012                       2,735                                     227.971

2013                       2,685                                     223.817

2014                       2,882                                     240.242

2015                       2,927                                     243.970

2016                       2,462                                     205.245

2017                       2,125                                     117.094

--------------------------------------------------------------------------------------

Sumber: diolah

 

Perkembangan Produksi GKP

--------------------------------------------

Tahun             Produksi (juta ton)

--------------------------------------------

2012                2,59

2013                2,47

2014                2,57

2015                2,49

2016                2,40

2017                N/A

--------------------------------------------

Sumber: diolah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper