Bisnis.com, JAKARTA—Kalangan perbankan, sekuritas, dan manajer investasi yang menjadi dealer utama surat utang negara (SUN) dan peserta lelang sukuk negara secara umum mengamini bahwa kondisi domestik Indonesia positif, sehingga menurunnya minat dalam lelang SUN dan sukuk akhir-akhir ini semata karena ketidakstabilan kondisi global.
Sri Mulyani, Menteri Keuangan, mengatakan bahwa masukan tersebut terungkap dalam diskusi perkembangan surat berharga negara yang digelar Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, LPS, serta berbagai stakeholder lainnya bersama para dealer utama SUN dan peserta lelang sukuk yang digelar di Ditjen Pajak, Jumat (11/5/2018).
Diskusi ini dilakukan merespon perkembangan terakhir di pasar modal dan pasar surat utang Indonesia, yang mana ditandai pelemahan yang tajam pada IHSG, meningkatnya kurs, serta sepinya peminat dalam lelang SUN dan sukuk sejak akhir April hingga awal Mei ini.
“Feed back dari mereka sangat bagus. Mereka menyampaikan bahwa seluruh gejolak saat ini purely berasal dari sumber di luar Indonesia. Jadi, kondisi ekonomi Indonesia dan kebijakan Indonesia tidak ada yang dijadikan pemicu,” katanya, Jumat (11/5/2018).
Sri Mulyani mengatakan, masih ada kepercayaan dari para pelaku pasar terhadap kebijakan yang diambil pemerintah. Koreksi yang terjadi di pasar modal, pasar surat utang, dan kurs Indonesia lebih banyak dipicu oleh perkembang kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat menuju keseimbangan baru serta berbagai gejolak geopolitik global lainnya, seperti perang dagang, sengketa nuklir, dan kenaikan harga minyak.
Hal ini menyebabkan banyak investor yang menarik dana jangka pendek mereka atau mengatur ulang komposisi portofolio investasinya.
Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia, menyatakan para peserta diskusi sependapat bahwa fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan yang baik, terlihat dari kinerja pertumbuhan ekonomi kuartal pertama sebesar 5,06%. Meskipun dianggap tidak sesuai ekspektasi, tetapi nilai pertumbuhan ini trennya terus meningkat dan ini posisi tertinggi untuk periode kuartal pertama sejak 2015.
Agus mengatakan, Indonesia saat ini sedang bergerak menuju kondisi normal yang baru dengan fundamental yang rata-rata jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Indonesia juga sudah mengantongi peringkat layak investasi satu notch lebih tinggi dari peringkat layak investasi yang terendah.
Sementara itu, melemahnya nilai tukar rupiah selama beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi fundamental Indonesia.
Terkait itu dan masih besarnya tantangan global yang berpotensi mengganggu kesinambungan stabilitas ekonomi Indonesia menengah panjang, Agus mengatakan BI akan tegas mengarahkan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas.
“Dengan mempertimbangkan itu, BI memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan 7 days repo rate,” katanya.