Bisnis.com, JAKARTA—Pengusaha tekstil berencana menyiasati panjangnya durasi cuti bersama saat Hari Raya Idul Fitri dengan memperbanyak produksi sebelum Bulan Ramadhan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah hilangnya potensi ekspor produk Tekstil dan Industri Tekstil (TPT) senilai USD 500 juta pada Juni tahun ini, akibat kebijakan libur panjang tersebut.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengapresiasi kebijakan pemerintah yang mengakomodir usulan pelaku usaha, yaitu degan mengembalikan cuti bersama lebaran yang ditetapkan selama tujuh hari untuk bersifat fakultatif bagi swasta, atau menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
“[Kebijakan cuti bersama] itu sudah menjawab [usulan], sudah selesai. Bank juga mulai buka di tanggal 19. Penyiasatannya kita percepat dan bikin lembur lebih banyak di luar puasa,” ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (10/5/2018).
Dia mengatakan, saat ini terdapat 1.600 perusahaan garmen yang tergabung di API, dari total sekitar 4.600 perusahaan di seluruh Indonesia. Jumlah pekerja yang diserap di perusahaan yang tergabung dalam API diperkirakan mencapai 1 juta pekerja.
“ Bagaimanapun kalau ekspor tidak jalan kita repot. Apalagi tidak boleh pakai jalan tol,” ujarnya.
Pihaknya mengaku telah melayangkan surat usulan bersama dengan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia kepada Kemenko Perekonomian mengenai dampak hari libur lebaran bersama selama total 10 hari terhadap industri TPT.
Dalam surat tersebut, dijelaskan bahwa industri hulu tekstil dan produk tekstil beroperasi selama 24 jam sehari tanpa henti dengan total kapasitas produksi 7.700 ton per hari yang berlokasi dari Banten, Jawa Barat hingga Jawa tengah. Keterlambatan dan kekurangan bahan baku akan berimbas pada matinya lini produksi yang memerlukan waktu 1 bulan penyesuaian untuk mengaktifkan kembali.
Adapun bahan baku diperoleh dari produsen di Serang Banten dan dari impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Sistem Pergudangan perusahaan baik gudang pabrik maupun gudang pelabuhan hanya mampu menampung stok 3-4 hari, sehingga pelarangan transportasi lebih dari dua hari akan sangat mengganggu operasional perusahaan.
Seperti diketahui, ekspor produk TPT Indonesia terakhir sebanyak US$12,53 miliar pada 2017. Angka ini meningkat sebesar 5,95% dari tahun sebelumnya di mana total ekspor US$11,83 miliar. Namun ekspor dua tahun lalu masih lebih rendah dibanding 2015 sebesar US$12,28 miliar. Pada tahun ini, proyeksi pertumbuhan ekspor TPT diestimasikan meningkat 6% dari ekspor tahun lalu.