Bisnis.com, JAKARTA - Perekonomian Indonesia dapat terhindari middle income trap melalui cara pengembangan ekosistem paten sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang lebih baik sehingga mampu memberikan insentif bagi investasi penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) di sektor tersebut.
Berdasarkan definisi Kemenkeu, middle income trap adalah suatu kondisi dimana negara berpenghasilan menengah (MIC) tidak hanya mengalami kesulitan untuk bersaing dengan low-wage countries, tapi juga kesulitan untuk bersaing dengan high-technology countries .Fenomena tersebut dikenal dengan perangkap pendapatan menengah (Middle Income Trap-MIT).
Demikian benang merah dari penelitian yang dilakukan oleh Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) bekerjasama dengan Qualcomm bertajuk "Peran Investasi Sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta Paten terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia", yang dirilis hari ini, Selasa (8/5/2018).
Penelitian itu juga menunjukkan adanya dampak positif dari modal pengetahuan (knowledge capital) terhadap perekonomian Indonesia, jika dibandingkan dengan investasi modal (capital investment).
Paten memiliki dampak yang lebih besar terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) jika dibandingkan dengan investasi finansial langsung.
Setiap kenaikan 10% paten di seluruh sektor industri berkontribusi terhadap pertumbuhan PDB sebesar 1,69%, sementara 10% kenaikan investasi hanya berdampak sebesar 1,64%.
Hasil yang lebih signifikan terlihat di bidang TIK, yang mana kenaikan 10% paten teknologi yang disetujui mampu memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan PDB sebesar 2,34%. Sementara, peningkatan yang sama untuk investasi hanya berkontribusi sebesar 1,87%.
Penelitian juga menekankan potensi Indonesia untuk meningkatkan sistem patennya yang mana cukup tertinggal dari negara lain. Sebagai ilustrasi, Indonesia hanya mengabulkan 8.872 permohonan paten, jauh di bawah Korea Selatan yang mengabulkan sebanyak 108.875 atau Taiwan yang sebanyak 76.252.
Atas fakta-fakta tersebut, INDEF merekomendasikan pemerintah untuk mendukung dan mendorong inovasi. Secara spesifik, INDEF mengimbau empat Kementerian untuk melakukan koordinasi di bidang penelitian dan pengembangan TIK.
Kemudian, memberikan insentif dan tambahan anggaran penelitian, penguatan sumber daya manusia, serta mempercepat dan mempermudah proses paten, demi mendorong pertumbuhan dan perlindungan kekayaan intelektual di Indonesia.
Adapun ke-5 kementerian tersebut yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
“Banyak negara di Asia Tenggara yang terperangkap dalam middle-income trap, terkendala dalam mencapai pertumbuhan berpendapatan tinggi sebagai akibat dari ketergantungan terhadap pekerja keterampilan rendah dan juga lambannya
pengembangan keterampilan pekerja,” kata Direktur Program INDEF, Berly Martawardaya.
Dia mengemukakan salah satu kunci dalam mendukung pertumbuhan ekonomi adalah melalui pengembangan ekosistem inovasi yang didukung oleh penciptaan dan perlindungan paten yang kuat.
"Di Asia, negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan telah sukses membebaskan diri mereka dengan menawarkan insentif bagi inovasi dan mendorong sektor keilmuan," ujarnya.