Bisnis.com, JAKARTA— Peneliti Institut Pertanian Bogor Clara Kusharto mengharapkan ada kerja sama antara pemerintah, pengusaha dan peneliti untuk memajukan budi daya ulat sutera di dalam negeri.
“Pemerintah dan pengusaha untuk dapat mewujudkan usaha hulu-hilir dalam usaha persuteraan alam ini,” kata Clara yang merupakan penggiat sutera alam kepada Bisnis.com, Kamis (3/5/2018).
Dia mengemukakan saat ini diperlukan inovasi untuk menyokong sutera alam, sehingga keberadaan komoditas tersebut dapat dipertahankan.
“(Perlu) ditingkatkan produk hulu-hilir dari usaha di bidang persuteraan alam ini,”kata Clara.
Apalagi ujarnya, banyak karya inovasi berbasis ulat sutera yang dapat dihasilkan, dan saat ini dilirik banyak negara akan dapat menjadi bahan makanan; bahan farmasi ( kesehatan dan obat) serta pakan dan sumber protein masa depan yang memberi nilai tambah bagi peternak dan pengusaha yg bergerak di persuteraan alam.
“Namun harus hand in hand,” kata Clara.
Seperti diketahui, ulat sutera memiliki warna yang beraneka seperti hijau, kuning maupun hitam, ulat sutera yang memiliki nama latin Bombyx Mori justru berwarna putih. Tubuhnya juga tidak berbulu, sehingga tidak membuat gatal. Uniknya lagi, hewan ini hanya mau hidup ditempat yang tergolong tenang.
Clara mengatakan ada banyak jenis ulat sutera di dunia seperti misalnya Bombyx mori yang paling umum ditemui, Attacus atlas (kupu gajah), ataupun Cricula trifenestra (kupu kenari). Bombyx mori paling awal dan banyak dikembangkan di China, Jepang, Korea, India, Thailand, dan Indonesia. Bombyx Mori sendiri lebih banyak dikembangkan di Indonesia sebagai bibit pemeliharaan ulat sutera.
Adapun ulat sutera memiliki panjang hingga 10 cm dengan diameter hingga 0,8 cm sebelum menjadi kepompong. Ulat ini juga mempunyai metamorfosis sempurna, dengan setiap generasi melewati 4 stadia, yakni telur, larva atau ulat, pupa, dan ngengat atau kupu-kupu. Pada stadia larva, ulat sutera hanya memakan daun murbei segar yang tidak terkena bahan kimia apapun. Masa ini sebenarnya merupakan masa yang sangat penting untuk sintesis protein sutera dan pembentukan telur.
"Ulat ini sebenarnya bukan fauna tropis, sehingga tidak mungkin ditemukan bebas di alam Indonesia," katanya.
Lantaran sifatnya ini, budi daya ulat sutera bisa dibilang susah-susah gampang. Syarat utama budidaya hewan ini yakni penanaman pohon murbei yang luas sebagai pakan utama. Ulat sutera juga tidak menyukai wangi-wangian dan hidup di ruang yang tenang dan tidak berisik sehingga kandang pemeliharaannya ditempatkan jauh dari jalan raya.
Adapun untuk tahapan budi dayanya ulat sutera sama halnya dengan serangga pada umumnya. Tahapan pertumbuhan melewati tahap metamorfosis lengkap diawali dengan tahap telur lalu larva atau ulat. Tahap ulat terbagi lagi menjadi 3 yakni larva 1, larva 2, dan larva 3. Semakin tua tahapnya, bentuk ulat akan semakin besar.
Kemudian, setelah mencapai larva tahap 3, ulat akan mengurangi makan dan menjadi pupa. Pada tahap pupa, ulat akan dibungkus oleh filamen yang halus dan panjang yang disebut dengan kokon yakni bahan pembuat benang sutera.
Kokon yang telah berumur antara 7 sampai 10 hari akan diam atau tidak makan maupun bergerakdan akhirnya menjadi imago atau kupu-kupu dewasa.
Biasanya, peternak yang ingin memanfaatkannya sebagai kain, akan berhenti di tahap ulat menjadi kokon. Peternak akan mengumpulkan kokon untuk dijadikan benang sutera.
"Hanya di peternak ulat sebagai penghasil bibit ulat sutera atau breeder pupa tetap dirawat untuk mendapatkan kupu-kupu dewasa," sebutnya.