Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengaku pesimistis dengan perkembangan industri sutera pada tingkat hulu. Sulitnya membangun SDM dinilai sebagai kendala utama, meski pemerintah mengaku akan terus memperjuangkan kenaikan produksi sutera lokal.
“Kita mau mulai lagi [pembangunan industri] sutera, tapi kondisi internasional, terutama di China, sudah sangat maju. Menemukan SDM di sana juga lebih mudah,” jelas Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perdagangan Euis Saidah, Rabu (19/2/2014).
Pemerintah, lanjutnya, sebenarnya pernah bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk menyediakan 25 hektare lahan pertanian sutera. Kemenperin juga telah menyediakan bantuan peralatan mesin pintal.
“Tapi mencari orang untuk bekerja di kebun [ulat sutera] itu susah sekali. Mereka lebih memilih menjadi tukang ojek atau penjual bakso. Itu masalahnya,” katanya.
Hingga saat ini, pemerintah belum memiliki roadmap untuk sutera, kendati asosiasi dan forum sutera tumbuh cukup pesat. Euis mengungkapkan roadmap tersebut baru akan disusun untuk menggenjot produktivitas. “Karena, membangun sutera ini juga termasuk PR perindustrian.”
Adapun saat ini, pemerintah tengah mengupayakan alternatif pengembangan produksi sutera dari ulat daun singkong. Hanya saja, kata Euis, serat yang dihasilkan masih belum sehalus sutera dari ulat murbei. Padahal, produksi sutera murbei hanya bisa dilakukan di lokasi tertentu dengan ketinggian 400 meter di atas permukaan laut.
Tuti, di lain pihak, mengungkapkan saat ini telah mengupayakan produksi white silk. “Namun itu masih dipermasalahkan secara internasional, karena dipertanyakan keamanannya karena mengandung hama. Karena white silk itu dari ulat liar yang pakannya bebas,” jelasnya.
Impor Sutera Indonesia: | ||
Tahun | Volume (ton) | Nilai (juta US$): |
2012 | 448.588 | 4,603 |
2013 | 318.399 | 2,103 |
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2014