Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Iklan Daring, Rasio Merek Indonesia Tertinggi di Asean

Lingkungan daring Indonesia memiliki risiko merek tertinggi di Asia Tenggara, demikian hasil penelitian Integral Ad Science (IAS), perusahaan pengukuran dan analisis global yang memberdayakan industri periklanan.
Niall Hogan, Direktur Pelaksana IAS Asia Tenggara, Ilmu Pengetahuan Iklan Terpadu/YouTube
Niall Hogan, Direktur Pelaksana IAS Asia Tenggara, Ilmu Pengetahuan Iklan Terpadu/YouTube

Bisnis.com, JAKARTA – Lingkungan daring Indonesia memiliki risiko merek tertinggi di Asia Tenggara, demikian hasil penelitian Integral Ad Science (IAS), perusahaan pengukuran dan analisis global yang memberdayakan industri periklanan.

Hasil kajian lembaga itu, selain menyebutkan bahwa lingkungan daring Indonesia menghadirkan risiko tertinggi terhadap keamanan merek di Asia, juga mengungkapkan tingkat visibilitas iklan online di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan tolok ukur wilayah Asia dan patokan global.

Dua hal tersebut menjadi dua titik terpenting dari penelitian IAS yang tertuang dalam Laporan Kualitas Media Asia Tenggara, Hong Kong, dan Taiwan untuk periode semester kedua tahun lalu, sebagaimana siaran pers yang diterima Bisnis.com pada Minggu (29/4/2018).

Laporan itu mencakup tolok ukur kualitas media di seluruh keamanan merek, penipuan iklan, dan keterlihatan pada platform desktop, video global, web seluler, dan dalam aplikasi seluler data dari Asia Tenggara termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam serta data dari Hong Kong dan Taiwan.

Iklan Daring, Rasio Merek Indonesia Tertinggi di Asean

Iklan Daring, Rasio Merek Indonesia Tertinggi di Asean

Dari sisi keamanan merek, disebutkan bahwa lingkungan daring Indonesia memiliki risiko merek tertinggi yakni 9,1%, jauh di atas rata-rata Asia Tenggara 3,5% dan tolok ukur global 7,9%.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari miliaran tayangan yang dianalisis pada paruh kedua 2017, lingkungan daring Indonesia termasuk yang paling berisiko di wilayah itu, dengan sekitar 9,1% tayangan iklan online ditandai untuk ditampilkan bersama konten yang menghadirkan risiko terhadap keamanan merek.

Sebagai perbandingan, risiko merek di semua jenis pembelian di Asia Tenggara, Hong Kong, dan Taiwan adalah 3,5% yang berada di bawah patokan global 7,9% untuk paruh kedua 2017.

Thailand (8,6%) memiliki risiko merek tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Indonesia, sementara Singapura dan Malaysia memiliki lingkungan daring paling aman dengan hanya 2,5% dan 2,2% dari iklan yang ditampilkan bersama konten yang berisiko.

Metrik risiko merek IAS mencirikan keamanan lingkungan tempat iklan muncul. Tayangan ditandai bila muncul bersama konten berisiko seperti konten dewasa, konten alkohol, perkataan yang mendorong kebencian, unduhan ilegal, obat-obatan terlarang, serta bahasa kasar dan kekerasan, yang menimbulkan risiko bagi keamanan merek.

Dari sisi visibilitas, Indonesia memiliki visibilitas yang lebih rendah (53,2%) dibandingkan dengan rata-rata Asia Tenggara (58,9%) dan rata-rata global (55,8%).

Visibilitas iklan online di Asia Tenggara, Hong Kong, dan Taiwan adalah 58,9% yang berada di atas patokan global 55,8% untuk semester kedua 2017. Sebagai perbandingan, Indonesia pada 53,2%, menunjukkan kinerja lebih rendah daripada Asia Tenggara dan rata-rata global.

Niall Hogan, Direktur Pelaksana IAS Asia Tenggara, Ilmu Pengetahuan Iklan Terpadu, berkomentar, “Laporan ini menunjukkan pentingnya bagi pengiklan, dan pembeli dan penjual media digital, untuk melihat KLHS [Kajian Lingkungan Hidup Strategis] di tingkat negara. Tampilan keamanan merek secara keseluruhan relatif rendah di 3,5% di semua wilayah, tetapi puncaknya di Indonesia 9,1%.”

Dia juga melihat rendahnya tingkat penipuan di sebagian besar pasar Asia Tenggara, tetapi tinggi pada 20,7% di Singapura.

Dia mengemukakan hal itu kemungkinan besar karena penipu mengejar CPM [cost per million] yang lebih tinggi yang terdapat di pasar Singapura.

“Hanya dengan melihat data mereka sendiri, di pasar yang berbeda dimana mereka beriklan, pengiklan akan dapat mengidentifikasi potensi masalah, dan akhirnya membuat perubahan yang meningkatkan efisiensi dan menghemat uang mereka,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper