Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengusulkan agar pasar gula tebu nasional dijadikan satu antara gula industri dan gula konsumsi karena disparitas tersebut yang menyebabkan harga gula konsumsi menjadi mahal.
"Satukan saja pasar gula nasional karena tidak perlu ada disparitas antara harga gula konsumsi dan harga gula industri karena rembesan gula industri ke gula konsumsi membuatnya [biaya] menjadi mahal,"kata Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang Kamis (12/4/2018).
Biaya yang dimaksud adalah perbedaan antara harga antara gula rafinasi dengan gula kristal putih (GKP). Lebih mahal GKP karena proses produksinya tidak efisien akibat usia pabrik yang sudah tua.
Bambang menambahkan dengan penyatuan ini program swasembada gula pada 2024 dapat terwujud. Melalui penyatuan pasar ini, kebutuhan gula nasional dapat ditentukan selama setahun baik itu untuk gula konsumsi maupun gula industri.
"Total kebutuhan nasional ketahuan jika tidak ada disparitas. Total kebutuhan berapa dikurangi kemampuan produksi, sisa kurangnya itu yang impor," katanya.
Dia mengatakan sudah menyampaikan usulan ini di berbagai kesempatan seperti rapat dan forum diskusi. Menurutnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perdagangan sudah menyetujui usulan ini namun masih memerlukan proses.
Akademisi dari Institut Pertanian Bogor Bayu Krisnamurthi dalam buku Ekonomi Gula (2013) menyebutkan tata niaga gula nasional diatur oleh SK 527/2004 Tentang Ketentuan Impor Gula (KIG) yang mengatur harga gula patokan petani (HPP), tarif dan kuota impor, penentuan importir serta segmentasi pasar gula yang memberikan peluang besar bagi pemerintah, pabrik gula milik pemerintah dan BUMN perdagangan untuk mendapatkan rente ekonomi.
Regulasi ini kemudian dikemas dalam kerangka mencapai swasembada gula dan melindungi petani tebu dari persaingan tidak adil dengan gula impor sehingga aktivitas perburuan rente yang ditimbulkannya luput dari perhatian masyarakat dan peneliti.