Bisnis.com, JAKARTA - Pusat perbelanjaan mulai menyasar daerah lain di luar ibukota dan kota-kota besar di Indonesia. Sejumlah wilayah yang mulai dilirik seperti Sukabumi, Cianjur hingga Kalimantan.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengatakan para pengelola melihat potensi pasar-pasar lain di luar ibukota. Namun dia tidak menyebut berapa banyak pusat belanja atau mal yang akan dibangun pada 2018.
Menurutnya, para pengelola melihat daerah-daerah yang dapat memberikan kemudahan izin serta luas area yang disediakan oleh pemerintah setempat. Seperti di Kalimantan, pemerintah di sana kata Stefanus, memberikan kemudahan untuk pengurusan izin dalam kurun waktu singkat.
"Ada dukungan dari kepala daerah yang ingin memajukan daerahnya dengan memberikan kemudahan bagi pengusaha yang ingin membangun mal," kata Stefanus Ridwan di Hotel Sheraton, Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Adapun di era disrupsi digital saat ini, dia mengaku mal tidak lagi di bangun dengan ukuran yang lebih besar. Namun lebih sedang dibanding ukuran mal besar di ibukota. Dia berpendapat rata-rata mal yang akan dibangun berkisar di luasan 30.000 meter persegi.
Selama ini, pihaknya masih optimistis rata-rata tingkat okupansi mal mencapai 80% - 90%. Di samping itu, mal-mal besar juga tetap memiliki pengunjung tetap. Seperti Mal Kota Kasablanka, pengunjung di hari biasa berkisar 65.000-85.000 pengunjung. Sedangkan di akhir pekan makin meroket hingga 120.000 pengunjung harian.
Sementara itu, bagi mal kelas menengah juga memiliki pasar mulai dari belasan ribu hingga 30.000 pengunjung setiap harinya.
Ekonom Renald Kasali mengemukakan penambahan mal di daerah masih cukup relevan. Namun harus tetap menentukan segmentasi strategis, bukan hanya tentang menjual barang dengan harga murah atau mahal, namun harus melihat kebutuhan dari masyarakat sekitar.
"Harus dilihat terlebih dulu apakah masyarakat di sana sudah butuh belum," katanya.
Sementara itu, dia mengingatkan para pengelola usaha pusat perbelanjaan tidak meninggalkan segmentasi kelas menengah ke bawah. Renald menilai saat ini masyarakat kelas menengah ke bawah lebih mengalokasikan pengeluarannya kepada hiburan, salah satunya ke mal.