Bisnis.com, MATARAM -- "Ini berkah dari Tas Raisa, ketak jadi makin dikenal. Mulai ngetren tahun 2017 dan termasuk item yang paling lama diminati," begitu cerita awal Awidi, pengrajin Ketak asal Lombok Barat.
Sebelum menjalan bisnis kerajinan Ketak, Awidi awalnya merupakan salah satu pengrajin yang menjual hasil karyanya dari satu pasar tradisional ke pasar yang lain. Tak jarang, barang kerajinan yang ditawarkannya tersebut harus kembali dibawa pulang lantaran tak ada yang membeli.
Menurut Awidi yang juga merupakan pemilik Ketak Nusa Indah yang berlokasi di Dusun Presak Timur, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, dulunya ketak hanya digunakan sebagai tali pagar dan juga dibuat sebagai tempat tembakau. Seiring dengan dikenalnya wisata di Lombok, beragam jenis dan bentuk kerajinan ketak mulai dikembangkan, salah satunya tas model bundar, yang kini sering disebut 'Tas Raisa'.
"Satu minggu bisa 1.000 pieces ketak untuk permintaan lokal. Karena kami juga sudah mulai banyak reseller di beberapa kota di Indonesia," ujar Awidi.
Proses pembuatan satu buah kerajinan ketak, dari mulai proses penjemuran pengasapan selama 3 hari guna mendapatkan warna yang sesuai. Proses kemudian dilanjutkan dengan pengeringan yang berlangsung kurang lebih sekitar 3 hari 3 malam. Proses ini dimaksudkan agar dihasilkan produk kerajinan yang aman dari jamur, rayap, dan bebas bahan kimia. Selain itu, semakin lama kerajinan ketak disimpan, warnanya akan semakin timbul dan eksotis.
Khusus untuk 'Tas Raisa' dalam satu minggu, Awidi bisa mengumpulkan hingga 300 buah tas dari para pengrajin yang ada di Kecamatan Lingsar, Lombok Barat. Meskipun tengah digandrungi dan mendapat pesanan yang cukup banyak untuk model produk ini, Awidi tak lantas mengabaikan model kerajinan yang lain seperti tatakan gelas, tatakan piring, hingga laundry box.
Pasalnya, model peralatan rumah tangga tersebut terserap oleh pasar ekspor hingga ke Jepang, Thailand, Philipina, dan India. Memang, sebanyak 75% penjualan masih berasal dari dalam negeri dan hanya 25% yang dikirim menjadi komoditas ekspor. Tetapi, diakui Awidi peluang untuk meraih keuntungan yang lebih besar justru datang dari luar.
"Kami ke Jepang sudah lebih dari 10 tahun. Dalam satu tahun bisa kirim sekitar 1.000 sampai 2.000 pieces. Ini sangat membantu kami para pengrajin," ujarnya.
Bahkan, ada beberapa buyer asal luar negeri yang awalnya menggunakan agen untuk proses ekspor kerajinan ini, kini sudah langsung melakukan transaksi dengannya sebagai pengrajin. Awidi berharap bisa terus menjalin kerja sama dan transaksi jual beli dengan para buyer asal negeri sakura tersebut.
Beralih dari satu pameran ke pameran yang lain, membuat kerajinan ketak Awidi mulai dikenal. Tidak hanya mengandalkan pameran, Awidi juga terus melakukan promosi melalui blog dan juga sosial media. Menurutnya, melalui media online, para pembeli asal luar negeri bisa lebih mudah mengakses informasi mengenai produknya.
Meskipun tidak menentu, rata-rata dalam sehari Awidi bisa memperoleh omset hingga Rp20 juta. Penjualan ini diperoleh dari penjualan retail yang dilakukannya di dalam negeri.
Awidi menargetkan, dalam beberapa tahun ke depan Ketak Nusa Indah sudah bisa memiliki galeri dan workshop yang bisa digunakan sebagai showroom kepada para buyer yang datang. Selain itu, dengan kehadiran workshop diharapkan para buyer bisa menyaksikan proses pembuatan anyaman ketak yang menjadikan pengalaman baru saat berwisata ke Pulau Lombok.