Bisnis.com, MANADO - Kenaikan harga bahan bakar minyak nonsubsidi jenis Pertalite senilai Rp200 per liter di Sulawesi Utara (Sulut) diestimasi tidak berpengaruh besar pada laju inflasi.
Soekowardojo, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulut, mengatakan elastisitas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi RON 90 itu nyaris tidak besar di Sulut, terutama Manado.
“Porsi [konsumsi BBM] Premium masih besar sehingga pengaruh kenaikan harga Pertalite ini mungkin tidak seelastis Premium dan tidak seelastis di Makasar dan kota besar lain,” ujar Soekowardojo saat ditemui di ruang kerjanya, seperti dikutip pada Selasa (27/3/2018).
Pihaknya optimistis tingkat inflasi 2018 di Sulut masih bisa dikendalikan dalam sasaran target 2,5% ± 1%. BBM memang menjadi salah satu penyumbang komponen administered prices dalam inflasi. Namun, pihaknya lebih menyoroti pada tarif angkutan udara.
Pasalnya, kenaikan tarif angkutan udara tidak bisa terus-menerus terjadi sehingga membutuhkan solusi. Pertemuan terbatas dan fokus pada topik tertentu akan dilakukan dengan beberapa pihak terkait.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) administered prices memberikan andil paling besar yakni 1,45% dari capaian inflasi pada 2017 sebesar 2,24% (year on year/yoy). Sementara, andil inflasi inti sekitar 1,23%. Adapun, volatile food justru minus 0,24%.
Baca Juga
Daniel, Branch Manager Marketing Pertamina Sulutenggo, berharap kenaikan harga Pertalite ini tidak diikuti dengan perubahan komposisi konsumsi di masyarakat. Pasalnya, konsumsi Pertalite sejauh ini sudah mencatatkan peningkatan cukup besar di tengah konsumsi premium yang stabul.
“Sampai bulan kemarin, dari total konsumsi gasoline, 53% konsumsi pertalite. Jadi lebih dari premium. Kami harap dengan kenaikan harga ini tidak akan berubah terlalu banyak komposisinya,” katanya.