Bisnis.com, MATARAM -- Produk kuliner Indonesia harus memiliki posisi yang sama dengan produk lain.
Pasalnya, kuliner menyumbangkan 41,40% PDB ekonomi kreatif pada 2016 yaitu sebesar Rp382 triliun dari Rp922,59 triliun.
Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fadjar Hutomo mengatakan pemerintah serius untuk menggarap ekonomi kreatif dan mampu menjadikannya tulang punggung perekonomian.
"Potensi Indonesia itu besar untuk kuliner. Kalau kuliner Thailand itu Tomyam, Korea itu Kimchi. Indonesia kulinernya apa, terlalu banyak kan. Inilah potensi yang harus kita kembangkan dan kita manfaatkan," ujar Fadjar kepada Bisnis di Mataram, Selasa (27/3/2018).
Melihat potensi tersebut, Bekraf menjadikan kuliner sebagai salah satu dari tiga subsektor unggulan bersama dengan fesyen dan kriya. Setidaknya, disebut Fadjar ada 16 subsektor yang termasuk dalam kategori ekonomi kreatif di Indonesia.
Para pebisnis kuliner baru dinilai perlu mendapatkan panduan dari pemerintah agar bisa berkembang. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan bisnis, informasi perizinan, sampai pada pendampingan hukum dalam proses pendirian usaha.
Baca Juga
Melalui program FoodStartup Indonesia, Bekraf berupaya untuk mendukung ekosistem subsektor kuliner di Indonesia. Setidaknya sebanyak 100 usaha rintisan dibidang kuliner bisa memanfaatkan fasilitas ekspo, mentoring, dan pitching di hadapan investor.
"Dari 100 ini akan dipilih 30. Bekraf memfasilitasi 30 start up kuliner ini untuk mendapatkan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual. Tiga besarnya akan mendapatkan dukungan penuh Bekraf untuk pameran di dalam dan luar negeri," ujar Fadjar.
Kasubdit Dana Masyarakat Bekraf Hanifah Makarim mengatakan setidaknya pada 2017 sebanyak Rp150 miliar hingga Rp200 miliar investasi non perbankan tersalurkan ke industri kreatif pada semua subsektor.
"Untuk non perbankan memang masih sedikit yang menyampaikan data. Tapi bukan berarti investasinya sedikit. Misalnya ada angel investor yang secara personal sudah berinvestasi kan bisa juga," ujar Hanifah.
Bekraf juga mendorong agar soto dan kopi Indonesia untuk menjadi ikon kuliner khas Indonesia. Hal ini agar lebih mudah memperkenalkan dan mempromosikan jenis makanan Indonesia. Pasalnya, cukup sulit bagi konsumen internasional untuk mengingat beragam kuliner yang ada di Indonesia.
"Kalau soto itu karena bentuknya yang lebih mirip sup, sehingga lebih mudah diterima oleh lidah internasional. Sementara kalau kopi, Indonesia memang sudah terkenal dengan kopinya yang enak," ujar Fadjar.
Bekraf gencar mengenalkan soto dan kopi kepada masyarakat internasional dalam ekspo dan pameran yang dilakukan. Tidak ada syarat khusus untuk menjadikan satu makanan menjadi ikon dari sebuah negara.