Bisnis.com, JAKARTA - Ketika PT Pertamina (Persero) menyebutkan harga keekonomian pasar untuk Premium periode 1 April 2018-31 Juni 2018 Rp8.600 per liter, banyak pihak yang tercengang.
Kok bisa harga Premium jauh di atas harga Pertalite saat ini yang hanya Rp7.600 per liter. Padahal, Pertalite memiliki kandungan oktan (research octane number/RON) lebih tinggi, yaitu 90 dibandingkan dengan Premium hanya 88. Artinya, Pertalite memiliki kualitas lebih bagus dari Premium.
Padahal, dengan harga Rp7.600 itu, Pertamina juga sudah mengambil margin. Wajar jika banyak pihak heran dan tercengang dengan harga keekonomian Premium Rp8.600 per liter.
Saat ini, harga jual Premium di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Rp6.450 per liter. Dengan harga minyak mentah saat ini di atas US$60 per barel, Pertamina mengklaim rugi dengan menjual Premium Rp6.450 per liter.
Harga Premium Rp6.450 per liter menggunakan acuan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP) US$48 per barel. Padahal, saat ini harga minyak mentah sudah di atas US$60 per barel
PT Pertamina (Persero) mencatatkan potensi loss Rp3,9 triliun dalam penjualan Premium dan solar pada periode Januari 2018 sampai Februari 2018.
Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar mengatakan, perseroan melihat ada potensi tambahan biaya yang disebabkan penyaluran Premium dan solar pada Januari 2018 sampai Februari 2018 senilai Rp3,9 triliun.
"Kami berpotensi mencatatkan tambahan biaya dari penyaluran Premium dan solar senilai Rp3,49 triliun. Lalu, kami juga mendapatkan tambahan biaya dari penyaluran Premium di luar Jawa, Madura, dan Bali sekitar Rp500 miliar sehingga total menjadi Rp3,9 triliun," ujarnya, Senin (19/3).
Namun, klaim Pertamina harga keekonomian Premium Rp8.600 per liter juga tidak salah. Harga itu berdasarkan formula yang selama ini dipakai untuk menghitung harga jual bahan bakar minyak (BBM).
Formula harga dasar Premium dengan oktan 88, yaitu (103,92% x Harga Indeks Pasar) + Rp830 per liter. Harga Indeks Pasar (HIP) dihitung dengan melihat acuan dari 98,42% harga minyak Singapura (mean of platts Singapore/MOPS) Mogas 92 rata-rata 3 bulan sebelumnya.
MOPS merupakan rerata harga minyak di Singapura.
Dalam acuan harga Premium menggunakan Mogas 92 (setara dengan jenis Pertamax) karena bensin dengan oktan RON 88 sudah tidak dijual lagi di pasar global.
Adapun, rata-rata harga MOPS Mogas 92 pada periode Januari 2018–Maret 2018 sebesar US$74,49 per barel. Dengan begitu, HIP Premium yang dihitung dari 98,42% harga MOPS Mogas rata-rata 3 bulan untuk periode 1 April 2018–30 Juni 2018 berada di level US$73,31 per barel.
Bisnis pun mencoba memasukkan angka-angka itu ke dalam hitungan formula harga Premium yang berlaku. Hasilnya, harga formula Premium berada di kisaran Rp8.448 per liter. Dengan begitu, harga Premium penetapan pemerintah (harga jual di SPBU saat ini) dan harga keekonomian pasar memiliki selisih Rp1.998 per liter.
Namun, kenapa formula yang berlaku selama ini menggunakan acuan Mogas RON 92 (setara Pertamax). Tentu harganya akan menjadi mahal. Seharusnya, formula yang dipakai juga dengan acuan harga Premiun RON 88.
Artinya, ada kesalahan formula harga BBM selama ini yang dipakai Pertamina. Oleh karena itu, pemerintah harus segera merevisi formula harga BBM sehingga mampu menghasilkan harga Premium yang lebih adil bagi masyarakat.
Cukup masuk akal penjelasan Pertamina bahwa harga Premium saat ini (Rp6.450 per liter) berada di bawah harga keekonomian. Misalnya, harga keekonomian Premium Rp7.250 per liter masih di bawah Pertalite Rp7.600 per liter.
Namun, ketika harga keekonomian Premium menurut penghitungan Pertamina Rp8.600 per liter menjadi tidak masuk akal karena jauh berada di atas harga Pertalite. Hal seperti ini yang harus segera diluruskan antara pemerintah dan Pertamina sehingga tidak menyebabkan kebingungan dan kegaduhan di ranah publik.