Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional akan menyertifikasi aset tanah milik perusahaan pelat merah (BUMN) sekitar 30.000 bidang tanah.
Direktur Jenderal Dirjen Pengadaan Tanah Kementerian ATR/BPN Arie Yuriwin menyebut program ini berguna untuk mengantisipasi kerugian akibat sengketa tanah. Saat ini tercatat ada sekitar 3.770 kasus lahan BUMN.
Arie menyebut program ini juga selaras dengan Keputusan Menteri ATR/BPN no 102/KEP-7.1/III/2016. Kepmen ini mengatur penyelesaian terhadap tanah yang tidak diketahui pemiliknya atau miliik perorangan, instansi pemerintah, BUMN, BUMD dan Badan Hukum lainnya ang telah dikuasai masyarakat.
“Kami sudah punya edaran kepada seluruh Badan Pertanahan mengenai penyelesaian tanah yang tidak diketahui pemiliknya tadi. Milik perorangan, instansi pemerintah dan lainnya, jadi keputusan Menteri ATR/BPN untuk inventarisir tanah,” ujar Arie dalam Seminar Kebijakan dan Regulasi Pembebasan Lahan Proyek Properti di Kantor Jasa Marga, Kamis (15/3/2018).
Arie mengaku penyelesaian sertifikasi tanah ini akan dilakukan bertahap sesuai kapasitas kementerian. Hal ini mengingat lahan yang masih belum tersertifikasi sangat banyak yakni sekitar 30,000 bidang tanah BUMN dan Barang Milik Negara (BMN) yang belum tersertifikasi.
“Kami hanya diberi tugas untuk menyelesaikan 3.000, jadi kalau 30.000 bidang berarti butuh 10 tahun," jelasnya.
Baca Juga
Ada pun jangka waktu pengerjaan menjadi panjang karena anggaran untuk ATR/BPN hanya optimal bagi 3.000 sertifikat. Dia mengusulkan ada peluang percepatan sertifikasi lahan dengan bantuan dana dari perusahaan pelat merah terkait.
"Ya kecuali kalau BUMN kasih anggaran untuk sertifikasi, monggo,” lanjutnya.
Arie menyebut dari data sampling pada 13 BUMN ada 3.421,91 kilometer persegi yang bermasalah dengan total aset Rp49,29 triliun dan potensi kerugian mencapai Rp3,46 triliun setiap tahunnya.
Ada pun kasus lahan bermasalah tersebut terdiri dari pencatatan dobel sesama BUMN dan pemerintah, sertifikasi terhambat, belum ada sertifikasi, lahan masih dikuasai pihak ketiga, dan lainnya.