Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan mengkaji kembali seluruh kebijakan rantai pasokan bijih nikel untuk smelter di dalam negeri.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa pemerintah menginginkan kebijakan mineral yang sesuai dengan perkembangan zaman. Hal tersebut mencakup konservasi cadangan mineral serta praktik pertambangan yang baik.
"Kami mengadakan FGD [focus group discussion] untuk tahu permasalahan nikel itu kayak gimana, termasuk konservasi," katanya di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kamis (15/3/2018).
Bambang menyatakan bahwa seluruh masukan dari para pelaku usaha akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam menentukan kebijakan ke depan. Tak menutup kemungkinan akan ada koreksi atas kebijakan yang telah berjalan.
Menurutnya, Kementerian ESDM akan terus melakukan pertemuan dengan pelaku usaha nikel. Terkait hal tersebut, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) diminta menyampaikan seluruh data rantai pasokan bijih nikel secara mendetail.
"Mesti ada pertemuan lanjutan. Saya kasih tahu supaya mereka [APNI] bisa lebih transparan menyampaikan data-datanya," ujarnya.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, hingga tahun ini sebanyak 15 smelter nikel ditargetkan beroperasi. Kapasitas input smelter mencapai 35,22 juta ton bijih nikel per tahun.
Dari rencana pembangunannya, sebanyak 31 smelter nikel ditargetkan beroperasi pada 2022. Kapasitas input smelter pun akan melonjak hingga 71,2 juta ton bijih nikel per tahun.