Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan usulan KLHK untuk membuka keran ekspor kayu bulat telah mendapat dukungan dari Kementerian Perdagangan.
Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Ida Bagus Putera Parthama mengatakan usulan itu telah sampai ke meja Menko Perekonomian Darmin Nasution dan sempat dibahas dalam rapat lintas kementerian.
Menurut dia, sebagian besar kementerian mendukung usulan tersebut, termasuk Kementerian BUMN dan Ditjen Bea dan Cukai di bawah Kementerian Keuangan. Kemenko Perekonomian akan mengkaji lebih lanjut.
"Kemendag sebenarnya lumayan sudah sejalan. Yang belum justru asosiasi tertentu yang sejalannya dengan [Kementerian] Perindustrian," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (6/3/2018).
Sikap Kemenperin, kata dia, didasarkan pada argumentasi bahwa Indonesia memerlukan penghiliran dan nilai tambah. Namun menurut Putera, log tidak menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Dia juga menepis kecemasan bahwa sumber daya hutan akan habis jika kayu gelondongan boleh diekspor kembali. Menurut dia, kayu merupakan sumber daya alam yang dapat dibudidayakan.
"Jadi, perumpamaan yang sering saya katakan itu, kalau kita punya ayam, ternyata lebih menguntungkan dijual sebagai ayam utuh, tapi karena enggak boleh, kita cacah jadi nugget, harganya lebih murah. Kan lucu," ujarnya.
Putera mengatakan kran ekspor perlu dibuka untuk menyelamatkan harga log di dalam negeri yang menunjukkan tren rendah karena stok menumpuk.
Sekjen KLHK Bambang Hendroyono menyebutkan volume kayu bulat yang keluar dari hutan alam (hak pengusahaan hutan/HPH) 5,5 juta m3, padahal potensinya mencapai 10 juta m3.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan penumpukan stok di dalam negeri membuat perbedaan harga kayu bulat domestik dan internasional kian lebar. Dia menyebutkan harga di dalam negeri rata-rata US$120-US$150 per m3, sedangkan di luar negerisekitar US$300 per m3.
"Distorsinya tinggi sekali. Kami berharap pemerintah bisa melihat ini secara bijak, bagaimana industri hulu dan hilir bisa sama-sama mendapatkan margin yang adil. Opsi-opsi kebijakannya ada di pemerintah," katanya.
Data APHI menunjukkan produksi kayu bulat dari hutan tanaman industri (HTI) 2017 melesat 19% menjadi 38,8 juta m3. Sementara, produksi kayu bulat dari hutan alam (HPH) terkoreksi 0,7% menjadi 5,34 juta m3.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (ISWA) menyampaikan keberatan atas ide KLHK tersebut karena ekspor log akan membuat industri pengolahan kayu kekurangan bahan baku.
Berdasarkan data ISWA, kebutuhan bahan baku kayu bulat industri woodworking pada 2015 mencapai 16,6 juta m3 dan menghasilkan ekspor hampir 5 juta m3. Sepanjang Januari-Juni 2016, kebutuhan bahan baku 7,2 juta m3 dan menghasilkan ekspor 2,2 juta m3.
Ekspor kayu bulat dilarang mulai 2001 melalui kesepakatan antara Menteri Kehutanan Mohamad Prakosa dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Sumarno, dengan pertimbangan kerap dilakukan oleh pelaku penebangan liar dan perdagangan gelap sehingga mengganggu kelestarian hutan.
Beberapa kali LKHK mengusulkan agar kran ekspor dibuka, tetapi mendapat perlawanan dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian dengan alasan mengganggu kebutuhan bahan baku industri dalam negeri.