Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Petani Pala Butuh Pendampingan

Dewan Rempah menilai pendampingan petani menjadi hal yang penting dalam mengatasi berbagai isu yang menimpa komoditas rempah di Indonesia, khususnya pala.
Rempah/Antara
Rempah/Antara

Bisnis.com,MEDAN - Dewan Rempah menilai pendampingan petani menjadi hal yang penting dalam mengatasi berbagai isu yang menimpa komoditas rempah di Indonesia, khususnya pala.

Seperti diketahui, kendati ekspor pala disebut terus meningkat, isu mikrotoksin tetap menjadi faktor berkembangnya volume ekspor pala Indonesia. Seperti dilaporkan Bisnis sebelumnya, sepanjang 2016-2017 Indonesia mendapat 31 kali penolakan ekspor dan isu mikrotoksi menjadi salah satu pemicunya.

Untuk mengatasi hal ini, Kepala Dewan Rempah Gamal Nasir menyebutkan Indonesia perlu melakukan pembenahan sejak dari hulu yakni ditingkat petani.

"Langkahnya kita dari hulunya harus didampingi lah petani ini. Penyuluhannya, kan diperkebunan kurang penyuluhan," katanya ketika dihubungi Bisnis, Selasa (27/2/2018).

Penyuluhan atau pendampingan bagi petani ini menjadi penting agar mereka tahu bagaimana caranya merawat dan menjaga mutu tanaman pala dengan benar sehingga bisa menghindari serangan mikrotoksin. Pasalnya, sebagian besar kebun pala di Indonesia merupakan milik rakyat yang dikelola oleh para petani.

Selain itu, perhatian pemerintah juga menjadi hal penting guna memastikan kualitas pala produksi dalam negeri sebab isu ini bukanlah isu baru.

"Justru itu pemerintah atau dinas perkebunan harus cek lagi kualitas biji pala kita ini bagaimana. Kan, dari hulunya harus dicek dulu," tambahnya.

Kendati demikian, dia mengapresiasi langkah pemerintah yang mulai memberi perhatian pada tanaman perkebunan. Seperti diketahui, tahun ini pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp68,46 miliar untuk perluasan lahan, rehabilitasi dan peremajaan tanaman pala.

Adapun untuk produksi pala tahun ini dinilai akan tetap meningkat tetapi tidak signifikan karena keadaan tanaman yang sudah tua. Namun, peningkatan masih diprediksi terjadi karena harga pala yang masih memikat petani. Sementara itu, lahan yang ditanami atau diremajakan saat ini baru akan berproduksi beberapa tahun ke depan.

"Kondisinya meningkat sih meningkat tapi enggak signifikan. Mungkin ya sekitar 5%-10%," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper