Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana menata ulang rute kapal pengangkut ikan ketimbang mengubah kebijakan pembatasan ukuran armada sebagai solusi atas kesulitan bahan baku yang dihadapi unit pengolahan ikan, termasuk industri pengalengan.
Dirjen Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja meyakini sebaran kapal angkut yang disesuaikan dengan potensi perikanan setiap wilayah pengelolaan perikanan (WPP) akan membantu distribusi bahan baku dari area penangkapan ke pusat-pusat pengolahan.
KKP memperkirakan ada sekitar 300 kapal pengangkut ikan yang saat ini beroperasi. Namun, kementerian belum mengetahui persis sebaran rute, frekuensi pelayaran, dan produktivitas. Dalam waktu dekat, KKP akan mengumpulkan para operator kapal angkut untuk mengetahui kepadatan setiap rute untuk selanjutnya direformulasi.
"Jadi, bukan persoalan ukurannya [ukuran kapal], tapi berapa jumlahnya dan pembagiannya [pembagian rute]," katanya, Selasa (27/2/218).
Sjarief mengatakan pengangkutan ikan tak bisa bergantung pada tol laut. Pertama, jumlah kontainer berpendingin (reefer container) dalam program itu terbatas. Akibatnya, tangkapan ikan yang melimpah, termasuk hasil tangkapan kapal eks cantrang, di Indonesia timur kerap menumpuk karena menunggu untuk diangkut hingga 10 hari. Kedua, tidak semua pelabuhan perikanan memiliki alat bongkar muat kontainer. Di sisi lain, jumlah cold storage timur terbatas.
KKP, tutur dia, akan menempatkan lebih banyak kapal pengangkut ikan di wilayah dengan stok ikan melimpah, misalnya di Dobo, Tual, dan Merauke. Seperti surat izin penangkapan ikan (SIPI), surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI) nantinya diatur sesuai potensi perikanan.
Sebelumnya, Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) mengusulkan agar pola operasional armada pengangkutan ikan nasional yang lama dihidupkan lagi untuk memecahkan masalah kesulitan bahan baku industri pengalengan ikan yang terus berlanjut.
Ketua Harian Apiki Ady Surya menyarankan agar ukuran kapal pengangkut ikan tak lagi dibatasi maksimum 150 gros ton. Perubahan ketentuan akan menghidupkan kembali armada pengangkutan ikan nasional yang sesungguhnya lebih memadai pada masa lalu.
Selain itu, alih muatan ikan di tengah laut (transshipment) yang lazim di dunia sebagai metode bisnis penangkapan ikan paling efisien hendaknya tidak dilarang, selama mengikuti regulasi dan dilaporkan. Pemerintah juga berhak menempatkan pengawas di atas kapal sehingga aktivitas alih muat tercatat dan terawasi dengan baik.