Bisnis.com, JAKARTA – Emiten kimia dan petrokimia menempuh upaya efisiensi produksi untuk dapat mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia yang merupakan bahan baku industri. Produk kimia dan petrokimia merupakan turunan pertama dari pengilangan minyak bumi.
Hingga sore ini (21/2/2018), data Bloomberg menunjukkan harga minyak mentah WTI berada pada level sekitar US$61,24 per barel, naik 2,45% sepanjang tahun berjalan dan meningkat 15,92% dalam satu tahun terakhir (yoy).
Wakil Ketua Umum Indonesia Aromatic, Olfin, and Plastic Industry Association (Inaplas) Suhat Miyarso mengemukakan produsen produk petrokimia menjaga pengeluaran perseroan dengan meningkatkan kapasitas produksi.
“Kalau harga minyak naik terus, tentu akan berampak pada marhin. Perusahaan harus bertahan agar harga produk tetap kompetitif, misalnya dengan menaikkan kapasitas produksi dan dan meningkatkan efisiensi sehingga biaya dari kenaikan harga bahan baku bisa ter-cover,” ungkap Suhat di Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Suhat menjelaskan perseroan masih dapat memertahankan harga produk tetap stabil jika harga minyak bertahan pada level US$60-an per barel. Jika menyentuh US$70 per barel, perusahaan terpaksa meningkatkan harga jual produk.
Untuk dapat mengantisipasi kenaikan harga bahan baku, Suhat mengungkapkan produsen petrokimia masih memiliki ruang lebar untuk peningkatan produksi.
Baca Juga
“Saat ini kapasitas terpakai nasional masih 50% sehungga masih ada ruang untuk lebih efisien dengan meningkatkan produksi,” ungkap Suhat yang juga merupakan VP Corporate Relations PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.
Adapun, sepanjang tahun ini, asosiasi memprediksi harga minyak akan bertahan di level US$60-an per barel sehingga harga produk petrokimia dipastikan relatif stabil.