Bisnis.com, JAKARTA— Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia meminta kejelasan terkait kemampuan angkut dan jumlah kapal berbendera Indonesia menyusul semakin dekatnya waktu implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82/2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional Untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Togar Sitanggang menegaskan agar secepatnya pihak Indonesia National Shipowners (INSA) sebagai asosiasi pemilik kapal dalam negeri bisa memberikan kejelasan terkait jumlah armada yang bisa digunakan per 1 Mei nanti beserta detail informasi terkait kapal-kapal tersebut sebelum peraturan tersebut diimplementasikan.
Pasalnya, Togar mengklaim, belum jelasnya jumlah kapal dan kemampuan kapasitas angkut yang ada saat ini untuk bisa dipakai pada Mei nanti membuat para pemilik barang gusar apakah harus melanjutkan kontrak dengan pemilik kapal asing yang berpotensi menjadi pelanggaran atas ketentuan dalam Permendag 82/2017 atau harus menandatangani kontrak dengan pemilik kapal dalam negeri.
“Kalau INSA menyatakan siap, ada, tunjukkan kapalnya! Nama kapal, sertifikat IMO, berapa kapasitasya dan segala detail ship particular-nya, tunjukkan… Supaya kami tahu kapal apa yang tersedia, supaya kami tahu apakah kapal ini bisa dipakai atau tidak.” kata Togar ketika dihubungi Bisnis, Sabtu (10/2/2018).
Menurut Togar, hal ini penting agar pihaknya bisa mengetahui berapa jumlah kapal yang tersedia untuk disesuaikan dengan jumlah pengapalan yang akan dilakukan guna menghindari terjadinya keterlambatan atau masalah lain dalam ekspor CPO Indonesia.
Jika memang kapal dalam negeri belum cukup baik dari segi jumlah, kemapuan pengapalan, maupun standar yang layak untuk mengangkut CPO, pihaknya harus mewanti-wanti dengan membuat perjanjian kontrak dengan kapal berbedera asing dan hal tersebut tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba.
“Nyatakan bisa atau tidak supaya 1 Mei itu kami tidak terganggu… Kami harus sudah memastikan mau kontrak kapal dalam negeri atau kapal luar sekarang. Terus, nanti komplikasinya lagi, ini hanya CPO bagaimana dengan produk [lain]?” kata Togar.
Togar menjelaskan, untuk Mei, setidaknya jumlah CPO yang harus diangkut ke luar negeri mencapai hingga 50.000 ton per hari dengan destinasi yang berbeda-beda hingga ke Eropa dan harus melalui berbagai pelabuhan sehingga akan memakan waktu.
Dia menekankan bahwa pihaknya bersedia menggunakan kapal berbendera Indonesia dengan kemampuan angkut setidaknya 5.000-80.000 ton dan seterusnya selama sesuai dengan kebutuhan dan tujuan ekspor CPO.
Dia juga menjamin keberlangsungan ekspor dengan kapal berbendera dalam negeri akan tetap berjalan selama pihak pemilik kapal mampu mengakomodasi jumlah komoditas yang ada.
“Ekspor Indonesia jelas berapa ribu berapa juta ton setiap bulan, itu jelas, mereka diwajibkan untuk memenuhi itu… Mereka penyedia jasa, mereka harus jemput bola berdasarkan regulasi. Ini kapal kami, pakai!” ungkapnya.
Untuk itu, dia mendesak agar kejelasan terkait kapal bisa segera diinformasikan. Dia juga optimistis, jika pihak INSA bisa melakukan hal tersebut, maka para pemilik barang juga siap untuk segera membuat perjanjian pengangkutan CPO dengan kapal dalam negeri.
“Kami punya barang, mana kapalnya, kasih tahu kapalnya kami akan sebarkan kepada anggota, pada eksportir importir, ini kapal available per tanggal 1, siapa yang mau pakai, silahkan pakai. Namanya peraturan pemerintah, kita harus ikuti,” tegasnya
Selain kejelasan terkait kapal, dia juga meminta agar pemerintah bisa segera mengeluarkan petunjuk teknis terkait pelaksanaan peraturan ini. Togar mengakui, pihaknya telah melakukan pembicaraan awal dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, kendati dinilai sangat terlambat mengingat tenggat waktu implementasi yang sudah sangat dekat.
Seperti diketahui, pada 2017, Indonesia mengalami peningkatan ekspor signifikan sebesar 23% menjadi 31,05 juta pada 2017 dari 25,11 juta ton pada 2016. Volume ekspor ini pun diperkirakan akan kembali meningkat setidaknya 10% di 2018.