Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah menyerahkan kesepakatan pengaturan harga batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan pengusaha batu bara.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Andy N. Sommeng mengatakan skema pengaturan harga tersebut masih dibahas oleh kedua belah pihak secara bussiness-to-bussiness (B to B).
"Belum. Belum ada. Masih 'manuk-manukan' [berunding]," ujar Andy usai menjadi pembicara kunci dalam acara National Electrical Summit Universitas Indonesia 2018, di Depok, Kamis, (8/2/2018).
Dia menuturkan setelah kedua pihak mencapai kesepakatan, barulah pemerintah akan menentukan kebijakan. Keputusan akhir akan ditentukan oleh Menteri ESDM.
"Di antara mereka sepakat. Tapi nanti pemerintah kan punya kebijakan," katanya.
Namun demikian, Andy menekankan bahwa apapun kebijakan yang diambil, pemerintah berupaya agar tarif listrik tidak naik.
Baca Juga
Sebelumnya, pada Senin (5/2/2018), Menteri ESDM Ignasius Jonan memanggil PLN, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia, dan sejumlah produsen batu bara untuk membicarakan permasalahan tersebut. Namun pertemuan tersebut belum menghasilkan titik temu.
Direktur Pengadaan Strategis PLN Supangkat Iwan Santoso berujar kedua belah pihak, baik PLN maupun produsen batu bara, sama-sama memahami bahwa pengaturan harga batu bara untuk listrik adalah untuk kepentingan rakyat. Namun, untuk mencapai sebuah kesepakatan bukanlah hal yang mudah mengingat banyaknya produsen batu bara.
Adapun, melonjaknya harga batu bara mendekati US$ 100 per metrik ton membuat PLN meminta agar harga batu bara untuk PLTU diatur secara khusus untuk menjaga keberlangsungan finansial perseroan dan mencegah kenaikan tarif listrik.
Langkah tersebut menurut PLN perlu dilakukan mengingat sekitar 60% produksi listrik PLN berasal dari batu bara sehingga fluktuasi harga baru bara sangat berpengaruh bagi kinerja perseroan